a a a a a
logo
Short Landscape Advertisement Short ~blog/2022/2/1/pak prihadi
Bersama Kita Membangun Kemajuan Industri Smelter Nasional
News

RKAB Pertambangan Gubernur Babel Menunggu PP Turunan

Jakarta - Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) sudah menerbitkan aturan rencana kerja anggaran biaya (RKAB) Pertambangan.

RKAB yang diterbitkan Gubernur Babel Erzaldi Rosman itu perusahaan pertambangan bisa melakukan ekspor timah langsung ke luar negeri tanpa kegiatan eksplorasi dan eksploitasi. Juga tanpa melibatkan perusahaan smelter peleburan biji timah di wilayah Babel.

Jika ada perusahaan melakukan ekspor langsung, maka diprediksi akan mengacaukan jumlah produksi timah Babel yang sesuai dengan RKAB 2020 dari perusahaan masih layak dan aktif berproduksi.

Namun, ada tahapan proses dan mekanisme untuk mendapatkan peraturan RKAB yang berlaku, sehingga alasan Gubernur Babel mengeluarkan penerbitan aturan RKAB untuk menghidupkan sektor ekonomi rill akibat dampak COVID-19, tetap harus sesuai mekanisme dan aturan yang berlaku tanpa adanya intervensi dan praktik melawan hukum.

Persoalan pada penegakan hukum di sektor pertambangan mengakibatkan terjadinya kebocoran terhadap penerimaan negara, sehingga penerimaan negara tidak maksimal sebagaimana yang diharapkan. Misalnya, ditemukan kegiatan/praktik ilegal pada sektor pertambangan yang seakan-akan luput dari pengawasan hukum. Sehingga menuai kritik karena banyak dugaan kejanggalan.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melalui Direktorat Jendral Mineral dan Batubara (Minerba) Ridwan Djamaludin mengatakan pihaknya masih berupaya agar Peraturan Pemerintah (PP) yang menjadi aturan turunan dari Undang-Undang (UU) Nomor 3 tahun 2020 tentang Mineral dan Batubara bisa segera rampung.

Saat ini sedang dikebut ada tiga Rencangan Peraturan Pemerintah (RPP) baru yang sedang disusun agar segera meneyelesaikannya karena terkait kelanjutan operasional tambang sejumlah perusahaan.

"Kami sekarang sedang menyusun tiga RPP, sedang berusaha keras untuk menyelesaikannya supaya badan usaha dapat dilanjutkan kegiatannya tanpa kendala, Meski UU Minerba sudah diundangkan pada 10 juni 2020, namun sampai saat ini masih menjadi pro kontra beberapa pihak. Meski demikian, menurutnya ketika sebuah keputusan sudah dibuat, berarti harus dipatuhi sampai ada solusi yang lebih baik di masa mendatang," katanya dalam keterangan tertulis, Senin (16/10/2020).

"UU No. 3 tahun 2020, sebagian besar kita menyambut baik UU ini akan menjadi landasan hukum yang kuat bagi industri dan pengolaan minerba. Namun sebagaimana kita ketahui, masih ada juga pihak yang ini memberikan masukan, masih belum 100% sepakat," tegasnya.

Menurutnya tidak masalah jika masih ada pihak-pihak yang belum bersepakat. Namun demikian, lanjutnya jangan sampai hal ini membuat upaya pemerintah tidak berada di sisi produktif.

"Buat saya bagus-bagus saja (kontra), namun kita antisipasi jangan sampai kondisi seperti ini malah membuat upaya kita tidak dalam posisi produktif," jelasnya.

Dia pun berharap dalam proses penusunan PP ini tidak digoyang terlalu kuat karena jika tidak selesai sesuai waktunya, maka akan berdampak tidak baik. Menurutnya, perlu disadari tidak ada yang sempurna di dunia ini.

"Namun, kalau kita ubah, mari kita ubah pada waktunya, silahkan nanti diusulkan melalui mekanise yang sesuai dan pada saat yang baik," terangnya.

Selain itu juga, menurut Ridwan, ada beberapa urgensi utama dalam rancangan undang undang undang (RUU) Minerba untuk aturan main. Pertama, ada ketentuan yang tak dapat dilaksanakan dalam UU No 4 /2009, antara lain, masalah lintas sektor yang belum selesai, seperti tumpang tindih perizinan pertambangan dengan kehutanan, kelautan dan perindustrian.

Karena itu katanya, perlu diatur bentuk pengusahaan batuan skala kecil dan untuk keperluan tertentu, serta penyesuaian keberlanjutan kontrak jadi izin.

Kedua, penyesuaian dengan UU No 23/2014 terkait penyerahan kewenangan pengelolaan pertambangan dari kota/kabupaten ke provinsi dan pusat. Selain itu, terkait penghapusan luas minimum wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) eksplorasi dan penetapan wilayah pertambangan oleh menteri setelah ditentukan gubernur.

Ketiga, perbaikan kebijakan dan tata kelola pertambangan minerba berupa peningkatan kegiatan eksplorasi untuk mendorong peningkatan penemuan deposit minerba, penguatan peran BUMN. Juga, penyempurnaan tata kelola dan sanksi tegas pidana bagi perusahaan yang tidak melaksanakan reklamasi atau pascatambang.

Mengenai kegiatan pengolahan dan pemurnian, RUU ini menghapus kewenangan menteri atau gubernur untuk menerbitkan izin usaha pertambangan (IUP) operasi produksi khusus pengolahan dan pemurnian. Kegiatan ini, katanya, selain terintegrasi dalam IUP juga boleh dengan pihak lain yang tak terintegrasi dengan kegiatan pertambangan.

Terkait kasus di Babel, pemerintah pusat berwenang penyelidikan dan penelitian pertambangan pada seluruh wilayah hukum pertambangan. Untuk memperkuat kebijakan peningkatan nilai tambah, katanya, selain pengolahan dan pemurnian mineral.

"Ini sudah diatur dalam UU Minerba 2009, pemegang IUP tidak boleh memindahkan IUP kepada pihak lain. Dalam revisi, diatur bahwa pemindahan IUP bisa dengan persetujuan menteri atau gubernur asalkan sudah selesai eksplorasi dan memenuhi syarat adminitratif, teknis dan finansial," tegas Ridwan.