RTC 2016 MINERAL PROCESSING CONFERENCE, “GOING FORWARD ON MINERAL DOWNSTREAM BUSINESS”
RTC 2016 – Mineral Processing Conference, telah berlangsung selama 2 hari di The Westin Hotel, September 21-22, 2016 dan telah mendatangkan narasumber dari berbagai kalangan mulai dari pengusaha tambang, pengusaha smelter, asosiasi smelter, penyedia layanan pendukung perusahaan tambang & smelter, sampai pihak pemerintahan.
RTC 2016 – Mineral Processing Conference dibagi dalam 11 sesi dalam 2 hari. Dimana di hari pertama terdapat 5 sesi presentasi yang malamnya diakhiri dengan gala Industry Networking Dinner yang juga didalamnya terdapat acara perayaan HUT AP3I yang pertama dan di hari kedua 6 sesi presentasi.
Acara ini dibuka dan diawali dengan presentasi dengan tema Indonesia Industry Revival of Mining Processing Industry dari I Gusti Putu Suryawirawan, Dirjen ILMATE, Kemenperin. Kemudian masuk kepada sesi I, dengan tema Keeping the Indonesian Investment Climate oleh Alma Karma, Direktur Pengembanhan Potensi Daerah BKPM dan Prihadi Santoso, ketua umum Asosiasi Perusahaan Industri Pengolahan dan Pemurnian Indonesia (AP3I), dan seterusnya sampai sesi ke 11 di hari ke 2 yang ditutup Oleh presentasi dari Dendi Ramdani, Head of Industry and Financial Analyst, Bank Mandiri dengan tema Financing Strategies for Mineral Processing
Acara ini Dilatarbelakangi oleh gagasan Pemerintah Indonesia yang mewajibkan pengolahan mineral dalam negeri bagi peningkatan nilai tambah dan nilai ekspor mineral serta mengelola persediaan sumber daya mineral. Pembatasan ekspor mineral diharapkan merangsang investasi di industri pengolahan (Smelter) dan pemurnian (Refinery) yang akan menciptakan kesempatan kerja dan menjadi sumber pendapatan bagi negara.
Pada tahun 2016, Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara menempatkan pembangunan smelter sebagai salah satu agenda prioritas. Per Desember 2015 data dari Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara menunjukkan fasilitas smelter yang diajukan 72 unit yang akan dikembangkan oleh 89 Pemegang Usaha Pertambangan (IUP) dengan 25 unit fasilitas smelter mencapai fase pelaksanaan.
Adanya penurunan pada harga komoditas global yang menekan arus kas pelaku usaha membuat realisasi pengolahan mineral lambat bergerak, sementara banyak persoalan yang dihadapi industri smelter juga mempengaruhi perkembangan industri smelter.
Pada tanggal 12 Januari 2017 adalah batas waktu ekspor mineral pengolahan yang artinya tidak ada lagi yang diekspor, semuanya harus diproses didalam negeri. Namun dengan melihat kondisi saat ini, sepertinya Pemerintah harus mengeluarkan kebijakan baru, agar roda ekonomi dari sektor pertambangan dan pengolahan tetap berjalan, dengan beberapa kebijakan yang komprehensif yang melindungi pengusaha dalam negeri.
Conference ini membahas banyak aspek meliputi Kebijakan pemerintah terhadap ketersediaan cadangan mineral untuk industri smelter nasional, kesiapan industri hilir berbasis mineral, incentif perpajakan dan penghindaran pajak berganda dengan objek yang sama, pengelolaan limbah B3 dari industry smelter, penyelesaian perda yang menghambat investasi smelter, menjaga investasi nasional, teknologi smelter terkini, pendanaan pembangunan smelter dari perbankan, peran dan dukungan listrik negara bagi smelter nasional serta bagaimana Komitmen politik Pemerintah Presiden Jokowi.
Bahwa kebijakan politik pemerintah bersepakat bahwa tidak akan ada lagi relaksasi ekspor bijih mineral patut didukung semua pihak, meski disadari masih terdapat ketidakselarasan kebijakan antar kementerian yang pada akhirnya membawa pengaruh pada perkembangan industri smelter dalam negeri. Aspek-aspek strategis yang dibahas dalam conference ini sepatutnya perlu diselesaikan dan dicarikan solusinya agar smelter-smelter yang telah berdiri dan beroperasi dapat berjalan sesuai yang diharapkan.
Melalui conference ini ada rumusan kesimpulan sebagai bahan evaluasi dan masukan kepada Pemerintah terkait bagi pengembangan industri pengolahan dan pemurnian mineral di dalam negeri.