Raker Bareng Komisi VII, Kementerian ESDM Bahas Hilirisasi
MONITOR, Jakarta - Pemerintah membuat kebijakan peningkatan nilai tambah mineral (hilirisasi) dan pengelolaan mineral dan batubara (minerba) harus meningkatkan pendapatan negara untuk selanjutnya dipergunakan bagi kesejahteraan rakyat.
Hilirisasi akan membawa bangsa Indonesia menjadi negara industri yang tidak hanya mengandalkan sumber daya alam sebagai modal pembangunan. Hilirisasi juga akan merubah Indonesia dari negara yang serba konsumtif menjadi negara produktif.
"Pemerintah, kita semua berusaha bahwa proses hilirisasi itu harus terjadi di Indonesia, sehingga menghasilkan nilai tambah dan bisa menciptakan lapangan kerja lebih banyak," Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Ignasius Jonan mengawali Rapat Kerja dengan Komisi VII DPR RI malam ini, Rabu (6/9).
Mengingat pembangunan smelter selama ini tidak seperti yang diharapkan, maka kita berikan kesempatan untuk mewujudkan hal tersebut dalam lima tahun atau hingga awal tahun 2022. Dalam proses pembangunan smelter, pelaku usaha diizinkan untuk mengekspor ore sebagian, lanjut Jonan.
Namun, volume ore yang dizinkan untuk diekspor, harus sesuai dengan kapasitas input smelter yang akan dibangunnya. "Jadi kalau tidak ada pengajuan resmi termasuk dokumen engineering-nya pasti kita tolak. Setiap enam bulan akan dievaluasi, jadi mereka harus mengajukan jadwal setiap enam bulan apakah memenuhi progress yang sudah direncanakannya," ujar Jonan.
Mengenai kapan waktu dilakukannya pemeriksaan, Jonan menjawab, pemeriksaan progress pembangunan smelter akan dilakukan pada bulan kelima, apakah program yang sudah diusulkan berjalan apa tidak, jika tidak jalan ya selesai," jelas Jonan.
"Ekspor ore yang dipantau ketat setiap enam bulan sesuai dengan usulan program pembangunan smelter. Jadi intinya apabila dalam enam bulan tidak memenuhi 90% dari target yang diusulkan itu maka kita akan cabut izin ekspornya, karena izin ekspor hanya berlaku setiap enam bulan dan tidak akan diperpanjang lagi,"ujar Jonan.
Lebih lanjut Direktur Jenderal Mineral dan Batubara, Bambang Gatot Aryono mengatakan, persyaratan umum yang harus diselesaikan perusahaan untuk mendapatkan izin ekspor yaitu, surat pengabsahan dokumen, pakta integritas untuk melakukan pembangunan fasilitas pemurnian (smelter), salinan sertifikat clean and clear (khususnya untuk IUP), laporan uji lab, pelunasan kewajiban penerimaan Negara non pajak, salinan perjanjian kerja sama (bagi yang bekerja sama), dan rencana pembangunan smelter yang diverikasi oleh verifikator independen dan laporan verifikasi fisik oleh verifikator independen. "Pemerintah telah menunjuk tiga verifikator independen yaitu surveyor Indonesia, Sucofindo Indonesia, dan Rekin," ujar Bambang.