a a a a a
logo
Short Landscape Advertisement Short ~blog/2022/2/1/pak prihadi
Bersama Kita Membangun Kemajuan Industri Smelter Nasional
News

Raker di DPR, Jonan Jelaskan Progres Nego dengan Freeport

Raker di DPR, Jonan Jelaskan Progres Nego dengan Freeport
Jakarta - Perundingan antara pemerintah dengan PT Freeport Indonesia (PTFI) masih berlangsung. PTFI akan menggugat pemerintah ke Arbitrase Internasional karena merasa hak-haknya dalam Kontrak Karya (KK) dilanggar.

Pasalnya, Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 (PP 1/2017) yang dirilis Januari 2017 lalu membuat Freeport tak bisa lagi mengekspor konsentrat. Aturan ini membuat kegiatan operasi dan produksi di Tambang Grasberg terganggu.

Freeport harus mengubah KK menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) jika ingin mendapat izin ekspor konsentrat. Namun, Freeport menolak IUPK yang ditawarkan pemerintah karena tak memberikan stabilitas untuk investasi berskala besar dan jangka panjang.

Perusahaan tambang yang berpusat di Arizona, Amerika Serikat (AS), ini juga keberatan jika harus melepaskan sahamnya hingga 51% (divestasi). Mereka ingin tetap memegang kendali atas PT Freeport Indonesia.

Dalam rapat kerja dengan Komisi VII DPR RI hari ini, Menteri ESDM Ignasius Jonan mengungkapkan negosiasi antara pemerintah dengan PTFI sudah mencapai tahap diskusi final.

"Mengenai perkembangan dengan PTFI, pada intinya PTFI sudah memasuki tahap diskusi final dengan pemerintah," kata Jonan dalam rapat kerja di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (30/3/2017).

Tahap pertama, soal perubahan dari KK ke IUPK, Freeport sudah setuju. Tahap kedua diskusi persyaratan yang diminta Freeport jika status mereka berubah dari pemegang KK menjadi IUPK. Freeport meminta aturan perpajakan dalam IUPK bersifat naield down seperti di KK. Selanjutnya tahap ketiga adalah tahap final.

"Tahap kedua yg paling penting, di dalam pemahaman PTFI mereka meminta, berubah menjadi IUPK ini menjadi suatu kewajiban berdasarkan UU namun persyaratan-persyaratan, termasuk pajak dan retribusi daerah. Ini mereka meminta diskusi yang panjang, 6 bulan atau 8 bulan sejak Februari. Mereka memintanya ada nailed down. Ini domain Kemenkeu (Kementerian Keuangan)," ucapnya.

"Kita sebenarnya heran PTFI ini kalau mengikuti prevailing pajak, ini tarifnya lebih rendah daripada yang ada di dalam KK. Mungkin yang dikhawatirkan itu masalah retribusi daerah atas air permukaan, air sungai, ini peraturannya Pergub. Ini yang akan kita ajak Pemprov Papua dan Pemkab Timika untuk ikut berunding dalam proses penetapan syarat-syarat keuangan, fiskal di IUPK itu," lanjut Jonan.

Kemudian, soal kewajiban divestasi saham 51%, pemerintah menegaskan bahwa ini sudah tercantum dalam KK. Freeport tak bisa menghindar dari kewajiban ini. Jika berubah status menjadi pemegang IUPK, Freeport juga wajib divestasi.

"Pertanyaanya divestasi bagaimana? divestasi 51% juga tercantum dalam perjanjian KK 1991 juga, ini harus jalan. Eksekusinya tergantung PP 1/2017 dan kesiapan pemerintah. Ini akan didivestasi ke pemerintah pusat, kalau pusat enggak minat ke pemda, kalau enggak ke BUMN, terus swasta nasional, terus kalau enggak harus masuk pasar saham nasional," tandasnya.

Jonan mengingatkan, harga saham divestasi harus wajar, tak boleh ditetapkan Freeport setinggi langit. Cadangan mineral di tambang tak boleh dimasukkan sebagai dasar perhitungan nilai saham, sebab itu milik negara, bukan milik Freeport.

"Divestasi enggak gratis. Yang enggak bisa dimasukkan di dalam penilaian divestasi itu semua kandungan di dalam bumi karena sesuai dengan amanah UUD 1945 pasal 33, apa yang di dalam bumi enggak bisa jadi penilaian divestasi. Lucu kalau pemerintah beli 51% atas kandungan bumi yang diberikan izin ke orang lain. Tapi bentuk investasi lain, peralatan, sistem, itu bisa dinilai secara komersial atau pasar, jadi fair," tutupnya. (mca/hns)