Raksasa Baja China Akan Bangun Pabrik di Indonesia K
' />
JAKARTA, KOMPAS.com - Raksasa baja asal China, Nanjing Nangang Iron & Steel United Co (Nangang), berencana membangun pabrik di Indonesia. Jika terealisasi, modal yang ditanamkan Nangang akan menjadi salah satu investasi yang terbesar yang masuk ke Indonesia. Dilansir dari Mysteel, Senin (14/12/2020), Nanjing Nangang Iron & Steel United Co akan membangun pabrik baja pertamanya di Indonesia dengan kapasitas 2,6 juta ton per tahun.
Pasar baja Indonesia terbilang masih sangat besar dan berpeluang dimasuki perusahaan baja China dengan membangun pabriknya langsung di negara ini. Indonesia juga selama ini jadi salah satu importir baja dari China. Beberapa kali produk baja asal China terkena aturan dumping di Tanah Air. Baca juga: Kepala BKPM: China Ini Negara yang Ngeri-ngeri Sedap Selain pasar yang besar, Indonesia juga dilirik produsen baja asing karena ketersediaan bahan baku yang cukup melimpah, terutama karena besarnya pertambangan batu bara di Indonesia.
Batu bara menjadi bahan baku penting dalam industri baja. "Karena ukuran kapasitas kami yang besar, permintaan yang besar, tetapi persediaan kokas (batu bara untuk peleburan baja) menurun karena skema pengurangan kapasitas di China," kata salah satu pejabat Nangang seperti dikutip dari Mysteel. Lokasi Indonesia yang dekat dengan Australia juga jadi alasannya. Mengingat Indonesia bisa jadi batu loncatan perusahaan untuk mengeksor lebih banyak baja ke Negeri Kanguru tersebut. Nangang sendiri merupakan salah satu perusahaan batu bara terbesar di China. Perusahaan ini bermarkas di Jiangsu, China bagian Timur. B
Pembangunan pabrik baja ini diperkirakan akan menelan dana sekitar 383,5 juta dollar AS. Pabrik ini akan mencakup 4 fasilitas tungku peleburan yang pembangunannya akan memakan waktu sekitar 18 bulan. Tetapi kapan konstruksi pembangunan pabrik dimulai, belum ada pernyataan resmi dari perusahaan. Untuk mempercepat realisasi pabrik di Indonesia, Nangang menggandeng perusahaan China yang sudah lebih dulu berinvestasi di Morowali, yakni Tsingshan Group. Tsingshan Group merupakan perusahaan China yang sudah membangun fasilitas smelter di Indonesia dan ikut membangun kawasan Morowali Industrial Park.
Nangang memegang porsi saham sebesar 78 persen, sisanya dimiliki Tsingshan. Sebelumnya, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia, mengungkapkan salah alasan kenapa nilai investasi China yang masuk ke Indonesia sangat tinggi sejak beberapa tahun terakhir. Nilai investasi asal Negeri Tirai Bambu itu bahkan sudah sejak beberapa tahun lalu menyalip Jepang. Kata dia, ada beberapa perbedaan yang mencolok antara investor dari kedua negara tersebut.
"Kalau Jepang itu terlalu banyak penelitiannya. Negara lain juga begitu. Debatnya minta ampun. Memang yang agak nekad seperti kita orang Timur ini, ya investor dari China. Mereka kerja dulu baru mikir," ucap Bahlil dilansir dari Antara.
Padahal, smelter merupakan investasi yang terbilang sulit karena pembangunannya membutuhkan dana sangat besar, teknologi tinggi, serta harus membangun kesiapan suplai bahan bakunya. "Contoh, nikel. hampir semua sekarang smelternya dari China. Tapi memang dari sisi mereka, ini yang paling berani," ujar Bahlil. Bahlil juga mengakui tidak semua investor China baik dan taat aturan. Oleh karena itu, pemerintah berupaya agar bisa mengikat investor China dengan perjanjian berusaha yang jelas agar tidak menimbulkan kerugian bagi masing-masing pihak.
"Sekarang tugas kita adalah bagaimana saat mereka investasi, kita harus ikat mereka dalam perjanjian yang clear and clean agar kemudian tidak menimbulkan hal-hal yang tidak berorientasi pada kerugian," kata dia. Mantan Ketua Umum Hipmi itu mengungkapkan, khususnya di sektor pertambangan, memang dibutuhkan investor yang berani karena sektor tersebut tinggi risiko. "Nah secara kebetulan, yang beraninya lebih ini ya investor dari China. Tapi, jangan juga kita ikuti keberanian ini tanpa mensiasti dengan aturan yang baik. Ini sekarang tugas kita yang harus kita lakukan," kata dia.