JAKARTA – Penerimaan negara bukan pajak (PNPB) subsektor mineral dan batu bara pada tahun 2017 mencapai Rp40,6 triliun.
Angka ini melampaui target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara-Perubahan (APBN-P) 2017 sebesar Rp32,7 triliun. ”Hingga 29 Desember men capai Rp40,6 triliun atau naik 125% dari target APBN-P,” ungkap Direktur Jenderal Minerba Bambang Gatot Aryono di Kementerian ESDM, Jakarta, kemarin. Adapun komposisi penerimaan minerba pada 2017 terdiri dari royalti sebesar Rp23,2 triliun atau menyumbang sebesar 57,1%.
Kemudian penjualan hasil tambang Rp16,9 triliun dengan persentase 41,7% serta iuran tetap sebesar Rp0,5 triliun dengan persentase terkecil 1,2%. Bambang mengatakan, realisasi penerimaan ini juga mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan tahun 2016 sebesar Rp27,2 triliun atau naik 48,3%.
Dia mengaku, pencapaian ini karena peningkatan kepatuhan pembayaran kewajiban perusahaan serta adanya tren harga komoditas minerba mengalami kenaikan. ”Selain melakukan administrasi dengan sistem pena gih an, pada Januari ini kita juga bikin e- PBNP sehingga kewajiban perusahaan (terkait administrasi) dan menghitung kita lebih mudah,” katanya.
Di sisi lain, realisasi ekspor minerba memang diakui Bambang jauh dari target karena hanya mencapai 3 juta ton. Menurutnya ini juga karena serapan dalam negeri yang cukup baik. ”Untuk realisasi ekspor memang jauh juga dari 24 juta ton. Jadi realisasinya 2 juta ton sampai 3 juta ton. Bisa juga ini karena serapan dalam negeri (yang bagus),” kata dia.
Bambang mengatakan, tahun 2018 ditargetkan pendapatan dari minerba dapat mencapai Rp32,1 triliun. Angka ini meningkat dari target 2017 namun menurun bila dibandingkan dengan realisasi pendapatan tahun 2017. ”Target 2018 Rp32 triliun untuk penerimaan negara, dengan asumsi harga batu bara acuan (HBA) USD80 per ton,” kata dia.
Pengoperasian Smelter
Bambang menambahkan, fasilitas pengolahan dan pemurnian atau smelter yang telah ber operasi sampai akhir tahun 2017 terdapat 24 buah. Mayo ritas smelter yang telah ber operasi ada lah pengolah an dan pemur nian nikel sebanyak15buah, disusul4 smelter besi, 2 smelter bauksit, 2 smelter mangan, dan 1 smelter tembaga.
Ke depannya, lanjut dia, pembangunan fasilitas peng olahan dan pemurnian hasil tambang ini akan terus ber tam bah. Dia menjelaskan, beberapa smelter saat ini sedang tahap pem bangunan. Perkembangan pembangunan ini ter bagi menjadi dua kelompok, yaitu dengan progres 50-100% dan smelter dengan progres pembangunan 0-50%.
”Ke depannya smelter nikel tetap akan menjadi mayoritas fasilitas pengolahan dan pemurnian di Indonesia. Tercatat tiga perusahaan sedang membangun smelter nikel dengan progres pengerjaan antara 50- 100% ditambah 12 perusaha an yang kini membangun smelter nikel dengan progres 0-50%,” ujarnya.
Dengan demikian, kata dia, setidaknya akan ada tambahan 15 smelter nikel yang akan ber ope rasi. ”Paling banyak adalah nikel. Nikel sendiri yang di bangun itu kurang lebih30 smelter,” tuturBambang. Selain nikel, kata dia, bauksit juga akan mendapatkan tambahan smelter.
Saat ini ada empat perusahaan sedang membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian bauksit dengan pro gres pembangunan seba nyak 0- 50%. Tidak hanya itu, smel ter timbal dan zink juga sedang dibangun oleh tiga perusahaan de ngan rincian dua perusahaan membangun dengan progres 0-50% dan satu per
usahaan membangun dengan progres 50-100%. Fasilitas pengolahan dan pemurnian besi juga sedang dibangun oleh dua perusahaan masing-masing dengan progres 50-100% dan 0-50%. Selain itu, juga akan ada dua tambahan smelter tembaga yang saat ini sedang dibangun dengan progres 0-50%.
”Jadi, kalau kita lihat total semua smelter yang ada di Indonesia, kurang lebih sekitar 50 per usahaan sudah membangun smelter dari enam komoditi yangpalingbanyakadalahnikel,” ujarnya.