Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Bangka Belitung, Didit Srigusjaya, mengatakan terhentinya puluhan eksportir sekaligus pabrik peleburan (smelter) timah batangan di Provinsi Bangka Belitung, karena regulasi pemerintah yang ingin menyehatkan bisnis pertimahan mulai dari eksplorasi hingga produksi.
“Bukan karena praktik persaingan bisnis yang tidak sehat sebagaimana pernyataan La Nyala Mataliti Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI saat berkunjung ke Provinsi Babel baru-baru ini,” ungkap Didit, Kamis (16/1/2020).
Kata Didit, sesuai dengan Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 1806 Tahun 2018, setiap smelter wajib menerapkan Competent Person Indonesia (CPI) sebagai upaya penataan tambang dan kepastian asal-usul bahan baku mineral. Nantinya, setiap sumber daya dan cadangan harus diverifikasi terlebih dahulu oleh CPI sebelum akhirnya dapat memproses Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB).
"Memang aturan tersebut menimbulkan banyak polemik di tengah para pelaku industri. Setidaknya belasan smelter timah swasta berhenti beroperasi dan hanya PT Timah yang dapat beroperasi," ujar Didit.
Namun, sesuai laporan yang diterima Didit, sejak September 2019 tidak saja PT Timah Tbk, sudah ada tiga smelter swasta yang bisa melakukan ekspor, yaitu PT RBT, PT MSP, dan ACL yang bertransaksi melalui bursa baik itu Jakarta Future Exchange ( JFE) maupun di ICDX. Ketiga smelter memenuhi regulasi pemerintah, yakni memenuhi persyaratan tentang CPI.
“Jadi tidak ada monopoli, yang salah itu sebenarnya bukan aturannya, melainkan perusahaannya yang harus bisa menyesuaikan. Jika regulasi masih membebani duduk bersama pemangku kepentingan untuk membhasnya. Atau kalau ada persaingan bisnis tidak sehat bisa ke Komisi Pengawas Persiangan Usaha (KPPU). Komisi Pengawas Persaingan Usaha atau KPPU adalah lembaga independen yang dibentuk untuk mengawasi pelaksanaan UU No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat," papar Didit.
Oleh sebab itu, saran Didit jika smelter swasta yang masih terkendala CPI bisa mengikuti regulasi, asal semua data cadangan sudah benar agar kegiatan industri timah dapat kembali berjalan lancar. Sebab CPI atau Competent Person Indonesia merupakan penanggung jawab yang bertindak sebagai validator dan “penjamin” laporan eksplorasi, sumberdaya, dan cadangan suatu pekerjaan.
"Dalam posisinya, peran CPI sebagai penanggung jawab dipertegas dalam Peraturan Dirjen Minerba 569K Tahun 2015 Tentang Penetapan Standard Nasional Indonesia dan Kode Komite Cadangan Mineral Indonesia Dalam Pelaporan Hasil Kegiatan Eksplorasi, Estimasi Sumberdaya, dan Estimasi Cadangan Mineral dan Batubara lalu dipertegas Keputusan Menteri ESDM Nomor 1827K 30 MEM Tahun 2018," ujarnya.
Didit juga menambahkan jika pelaku bisnis timah di Babel untuk bersiap menuju industri hilir, sebab saat menghadiri Rakornas I PDIP awal Januari 2020, Presiden Joko Widodo sudah mewacanakan untuk menghentikan ekspor timah, setelah nikel, lalu batubara. Mineral ini akan diolah dalam bentuk barang jadi dengan membangun industri di Babel.