Relaksasi Ekspor Ore Tidak Ganggu Pasokan Smelter Nasional
JAKARTA, suaramerdeka.com - Rencana pemerintah memberikan relaksasi ekspor mineral mentah (ore) secara terbatas, sebuah langkah yang tepat untuk bisa memompa penerimaan negara dari sektor pajak ekspor pertambangan yang bisa digunakan untuk menutupi defisit anggaran pada tahun 2017.
Jadi, menurut Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja (FSP) BUMN Bersatu, Arief Poyuono, ditunda untuk sementara semangat hilirisasi yang ada pada Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba).
“Sebab ada kepentingan nasional yang lebih mendesak terkait penerimaan negara yang sangat dibutuhkan untuk pembangunan proyek infrastruktur berupa pelabuhan, pembangkit listrik, jalan tol dan airport,” ujar Arief..
Sebab, menutut dia, selama ini program hilirisasi di sektor pertambangan terganjal persoalan area pertambangan yang belum memiliki infrastruktur pendukung untuk membangun smelter seperti pasokan listrik yang cukup untuk membangun smelter.
“Sangat tidak mungkin kalau pembangunan pendukung di bangun oleh pengusaha pertambangan kecil dan menengah,” ungkap Arief.
Hal ini terbukti dengan data yang dirilis oleh kementerian ESDM (2015) terkait dengan pembangunan smelter sebagaimana diamanahkan UU Minerba masih jauh dari meyakinkan.
Dari 71 unit smelter yang direncanakan, pembangunan smelter dengan capaian di atas 30 persen baru mencapai 47 unit (66,20 persen), berikut enam smelter baru yang telah beroperasi.
“Perkembangan sejauh ini saja secara jelas memperlihatkan bahwa optimalisasi nilai tambah hasil pertambangan minerba sesungguhya masih jauh panggang dari api,” tambah dia.