Relaksasi Izin Ekpor Konsetrat Tambang Bisa Tingkatkan Devisa
JAKARTA, suaramerdeka.com – Direktur Federasi Serikat Pekerja (FSP) BUMN Bersatu Arief Poyuono mendukung Pemerintah Presiden Joko Widodo memperpanjang izin ekpor konsetrat, karena akan berdampak pada peningkatan dan penerimaan devisa negara .
Kemudian, menurt dia juga untuk memperkuat kapitalisasi BUMN pertambangan guna mencari daerah ekploitasi tambang baru baik di dalam negeri maupun luar negeri., ” Proses pembentukan holding BUMN harus dipercepat ,” ungjspArirf di Jakarta Selasa (11/10).
Apalagi, lanjut dia, bersama dengan program repatriasi modal dari luar negeri yang mengunakan fasilitas tax amnesty yang memerlukan penempatan dana untuk investasi. ” Nah BUMN pertambangan akan menjadi sasaran penempatan dana Investasi yang seksi bagi pemilik dana yang akan merepatriasi dana nya ke Indonesia,” tegas Arief.
Dikatakan, relaksasi ekspor konsetrat hasil tambang dan mineral yang akan selesai pada Januari 2017, dan akan memperpanjang hingga 2021, melalui revisi Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara yang kini masuk tahap finalisasi.
Menurut Arief Poyuono, ini adalah langkah yang patut didukung untuk bisa membantu keuangan perusahaan tambang dan mineral yang sedang membangun pabrik pemurnian atau smelter yang memerlukan biaya yang tidak murah ,sebab banyak perusahaan tambang dan mineral yang belum rampung membangun smelter-nya hingga 2017. ” JIka tidak ada perpanjangan relaksasi ekspor konsetrat hingga tahun 2021 bisa jadi akan mengalami kesulitan modal kerja karena tidak bisa melakukan eksport konsetrat sementara progress pembangunan smelter masih berjalan,” ungkap Arief.
Tetapi, lanjut dia, perlu dipertimbangkan juga nantinya terkait besaran bea keluar ekspor konsetrat antara perusahaan tambang yang sedang membangun smelter dengan perusahaan yang belum ada progres atau belum sama sekali membangun smelter
Selain itu terkait konsetrat yang dihasilkan dari penambangan yang tidak bisa dikelola oleh teknologi smelter di Indonesia sebaiknya diberikan kebebasan ekspor konsetrat hingga dapat diproses di Indonesia. ” Seperti konsetrat tambang nickel yang memiliki kadar nickel 1.8 persen, nah itu langsung saja dieksport dalam bentuk konsetrat,” ungkap Arief.
Dikatakan, perpanjangan relaksasi ekspor konsetrat hingga 2021 karena banyak smelter yang belum siap. ” Ini juga bisa menghindari terjadinya PHK Buruh besar besaran yang terjadi di sektor pertambangan, juga bisa bagi daerah tetap bisa mempertahankan pertumbuhan ekonomi domestiknya ,karena jika tidak ada relaksasi ancaman ledakan pengangguran akan terjadi,” tegas wakil ketua umum Gerindra itu.
Selain itu juga, menurut Arief, jika tidak ada perpanjangan relaksasi ekspor konsetrat akan berdampak pada semakin tingginya kredit macet di sektor perbankan karena banyak alat-alat pertambangan yang idle milik kontraktor pertambangan karena tidak ada yang bisa ditambang di mana banyak pembiayaan pengadaan alat alat pertambangan berasal dari perbankan dalam negeri.
” Perpanjangan Relaksasi ekspor konsetrat tambang dan mineral juga akan berdampak pada peningkatan capitalisasi BUMN tambang yang melantai di pasar modal,” tsmbah dia.