Revisi UU Minerba, Perusahaan Boleh Ekspor Konsentrat
Jakarta: Revisi UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu-bara (Minerba) memperbolehkan perusahaan tambang untuk ekspor produk mineral yang belum dimurnikan dan telah memenuhi peryaratan.
Mengutip draf UU teranyar itu, Rabu, 13 Mei 2020, hal tersebut diatur dalam beleid baru yakni pasal 170A yang menyebut pemegang izin Kontrak Karya (KK), Izin Usaha Pertambangan (IUP) atau Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) dengan ketentuan telah melakukan kegiatan pengolahan dan pemurnian, atau dalam proses pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter), atau telah melakukan kerja sama pengolahan dan atau pemurnian dengan pemegang izin atau pihak lain yang melakukan kegiatan serupa dapat melakukan penjualan produk mineral logam tertentu yang belum dimurnikan dalam jumlah tertentu ke luar negeri, dalam jangka waktu paling lama tiga tahun sejak UU ini berlaku.
Dalam istilah pertambangan, mineral mentah yang telah diolah namun belum dimurnikan disebut konsentrat. Sedangkan yang belum diolah dan dimurnikan disebut mineral mentah (ore).
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Pemegang izin yang melakukan ekspor konsentrat juga diwajibkan membayar bea keluar sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Adapun ketentuan lebih lanjut mengenai volume yang boleh diekspor diatur dalam peraturan menteri terkait sebagai aturan turunan dari UU ini.
Ini berarti, aturan baru tersebut menggugurkan kebijakan pemerintah sebelumnya yang melarang ekspor konsentrat bagi pemegang izin KK. Sementara pemegang IUP dan IUPK bisa mendapat rekomendasi ekspor konsentrat dengan syarat bersedia membangun smelter atau bekerja sama dengan perusahaan yang telah memiliki smelter.
Kebijakan tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba). Adapun PP ini adalah produk hasil revisi keempat Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 yang merupakan turunan dari UU Minerba.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan persyaratan mengenai kegiatan pengolahan dan pemurnian di dalam negeri ditujukan untuk meningkatkan nilai tambah mineral.
Arifin bilang hal tersebut juga sejalan dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 10/PUU-XII/2014 bahwa pemegang IUP dan IUPK wajib melakukan pengolahan dan pemurnian di dalam negeri serta konsisten dengan adanya kewajiban pemegang IUPK existing untuk membangun fasilitas pemurnian paling lambat 2023.
"Kami meyakini bahwa pelaksanaan kebijakan peningkatan nilai tambah mineral ini akan dapat memberikan nilai ekonomi yang tinggi bagi negara," kata Arifin.
Selain itu, lanjut dia, diharapkan akan dapat menciptakan industri hulu baru sebagai pemasok atau penyedia bahan baku proses industri antara lain tambang silika, kapur, mangan, oxygen plant, dan listrik.
Kemudian menyediakan rantai pasok (supply chain) mineral dalam rangka menciptakan serta mengembangkan industri hilir turunannya antara lain industri pupuk, semen, kabel, stainless steel, dan alumina. Serta meningkatkan devisa dari ekspor produk pemurnian dan meningkatnya penyerapan tenaga kerja di Indonesia.