JAKARTA - PT Sebuku Iron Lateritic Ores (SILO), perusahaan pertambangan dan peng olahan mineral bijih besi (smelter), merealisasikan investasi sebesar Rp3 triliun untuk pengembangan smelter bijih besi di Pulau Sebuku, Kalimantan Selatan.
”Dengan investasi itu, smelter kami merupakan yang ter besar kedua di Indonesia setelah PT Krakatau Steel,” kata D i rektur Utama SILO Soernarko di Jakarta, kemarin. Namun, sambil menunggu pro yek keseluruhan selesai, sejak 2014 SILO meng ope ra si kan smelter secara terbatas de ngan ha sil kon sentrat bijih besi.
Pengoperasian sementara smel ter tersebut kini terhenti dan me ru gi kan, baik kar ya wan, warga se ki tar, p emerintah, dan perusahaan. Dia mengungkapkan, SILO me miliki 3.000 tenaga kerja dan ribuan vendor. ”Namun, saat ini kegiatan kami berhenti ka rena ada aturan pemda yang menghambat,” katanya.
Peraturan tersebut, yakni Su - r at Kepala Dinas Kehutanan Pro - vinsi Kalsel Nomor 522/ 1054/ PDASRHL/Dishut ter tang gal 25 Agust us 2017 me nye butkan SILO sebagai pe me gang izin pinjam pakai kawasan hu tan (IPPKH) seluas 1.731,6 ha baru me realisasikan penanaman rehabilitasi DAS seluas 11,5 ha. Untuk itu, Dinas Kehutanan Pemprov Kalsel meminta kepada SILO menyiapkan rekening QQ (bersama) untuk kegiatan penanaman rehabilitasi DAS.
”Rekening bersama itu tidak ada dasar hukumnya. Kami su dah memenuhi ketentuan per undang-undangan dan semua ketentuan dari pemerintah,” kata Soenarko yang juga ma ntan Danjen Kopassus itu.
Menurut Soenarko, sikap SILO juga diperkuat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Melalui su rat nomor S.29, Kepala Biro Hukum KLHK Krisna Rya mengatakan, uang jaminan yang diminta Pemprov Kalsel tidak ada dasar hukumnya.
Dia menambahkan, pihaknya meminta kepada pe me rintah memperhatikan masalah tum pang tindih peraturan di dae rah. ”Ini menyangkut hajat hi dup ribuan tenaga kerja di daerah. Juga tentu mengganggu iklim investasi,” ujarnya.