Said Didu: Smelter China Gunakan Sistem Penalti Biar Harga Beli Turun dan Rugikan Negara
AKURAT.CO Anggota Komisi VI DPR RI Andre Rosiade mengkritisi pihak pengelola smelter milik China di Indonesia yang dinilai membeli nikel mentah dengan murah sehingga merugikan negara.
"Smelter milik China merugikan negara. SDA (sumber daya alam) nikel kita dibeli dengan harga murah dan Peraturan Menteri ESDM (Energi dan Sumber Daya Mineral) dianggap bungkus kacang goreng karena mereka (investor) tidak pernah mau mengikuti (aturan),” ujar Andre saat RDP Komisi VI, Selasa (29/9/2020).
Menanggapi pernyataan politisi Partai Gerindra itu, Mantan Pejabat Kementerian BUMN, Said Didu mengatakan, smelter China biasanya menggunakan sistem penalti yang membuat harga beli menjadi lebih rendah dari harga pasar. Alhasil, hal itu merugikan negara.
"Mereka menggunakan sistem penalti sehingga harga beli bisa turun menjadi setengah dari harga sebenarnya sehingga merugikan negara karena royalti berkurang dan merugikan petambang," ucap Said Didu lewat cuitan di akun Twitter-nya @msaid_didu yang dikutip Akurat.co, Jakarta, Rabu (30/9/2020).
Seperti diketahui, pemerintah mengatur tata niaga nikel lewat Permen ESDM Nomor 11 Tahun 2020. Di mana dalam aturan itu, pemerintah mengatur batas harga dasar (floor price) dengan menetapkan rentang toleransi (buffer). Kisaran ditetapkan untuk mengantisipasi jika harga transaksi melebihi Harga Patokan Mineral (HPM) logam.
Apabila harga transaksi lebih rendah dari HPM logam, maka penjualan bijih nikel dapat dilakukan di bawah patokan dengan selisih paling tinggi 3 persen. Dengan syarat, transaksi ini dilakukan pada periode kutipan sesuai harga acuan atau terdapat penalti atas mineral pengotor (impurities).
Kebijakannya akan berbeda jika transaksi dilakukan pada periode kutipan sesuai harga acuan atau terdapat bonus atas mineral tertentu. Dalam kasus ini, apabila harga transaksi lebih tinggi dari HPM, maka penjualan wajib mengikuti harga transaksi di atas HPM logam. []