Sedang butuh dana banyak, Inalum minta dividen bisa turun jadi Rp 1 triliun
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) tengah mempersiapkan sejumlah strategi demi meringankan arus kas perusahaan. Salah satunya, Inalum berencana menerbitkan obligasi global atau global bond di tahun ini. Hasil penerbitan obligasi global untuk membayar utang perbankan Inalum yang dipakai mengakuisisi 51% saham PT Freeport Indonesia (PTFI).
Direktur Utama Inalum Budi Gunadi Sadikin menyebut, langkah tersebut dilakukan guna meringankan bebas arus kas perusahaan. Inalum sendiri akan menarik pinjaman dari sindikasi bank asing yang dipimpin Bank of Tokyo Mitsubishi.
Jumlah pinjaman berkisar US$ 3,8 miliar dengan bunga sekitar 6% per tahun. Perkiraannya, total pokok dan bunga pinjaman yang harus dibayar sekitar US$ 4 miliar.
"Bank kan cicilan harus bayar lebih mahal, ada bagian pokok dan bunga. Kalau obligasi bayar pokok di belakang. Kami hanya membayar bunga," kata Budi disela Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VI DPR RI, Kamis (6/9).
Meski tak merinci, namun Budi menyebut, rencananya obligasi itu akan diterbitkan tahun ini di Bursa Saham Singapura. Menarik minat lebih banyak investor asing menjadi tujuannya."Tenornya juga belum, roadshow-nya sebentar lagi," imbuhnya.
Masih berkaitan dengan akuisisi 51% saham PTFI, Inalum juga menjalankan strategi soal aliran dana. Dalam RDP dengan DPR tersebut, Inalum meminta supaya pembayaran deviden pada tahun 2019 bisa turun menjadi Rp 1 triliun.
Jumlah tersebut merupakan dividen total induk BUMN Tambang, yakni Inalum, PT Timah Tbk, PT Antam Tbk, dan PT Bukit Asam Tbk. Budi bilang, usulan ini diajukan karena Inalum tengah menjalankan proses akuisisi 51% saham PTFI yang membutuhkan dana tak sedikit. "Jadi dividen kami yang diberikan 2018 ini sudah Rp 1,9 Triliun. Kami usulkan tahun depan turun menjadi Rp. 1 triliun," kata Budi.
Selain soal akuisisi Freeport, Inalum juga butuh dana untuk pengembangan perusahaan. Termasuk membangun smelter alumina dan akan ada sejumlah proyek besar yang akan dikerjakan holding pada tahun depan. Antara lain, proyek smelter Antam di Halmahera Timur, refenery logam baja PT Timah, serta PLTU Sumatera Selatan 8 oleh Bukit Asam.
"Untuk akuisisi 51% saham Freeport, cash flow kami pegang agak banyak, Rp 19,8 triliun," kata Budi.
Hingga Juli 2018, Inalum memiliki aset Rp 101 triliun, naik 8% dari tahun lalu yang sebesar Rp. 93,2 triliun. Sedangkan uang kas yang dipegang Inalum sebesar Rp 19,8 triliun, atau naik 23% dari Desember 2017.
Saat ditanya soal kapan proses akuisisi 51% saham PTFI akan rampung, Budi tak memberikan jawaban yang tegas. Ia mengelak saat ditanya soal adanya perjanjian bilateral di tengah proses divestasi ini.
"(Progresnya) maju terus. Kalau itu (perjanjian bilateral) enggak. Itu urusan negara, saya urusan B2B. Saya nggak tahu yang itu," ujar Budi.
Budi juga bilang bahwa kondisi pelemahan rupiah terhadap dollar AS tidak berpengaruh dalam proses divestasi ini. "Pendapatannya kan dollar. Pinjamannya juga dollar. Jadi tidak ada pengaruh" katanya.