JAKARTA. Kenaikan stok tembaga di China menahan laju penguatan harga tembaga di awal tahun ini. Komoditas logam industri itu malah mencatatkan pelemahan sekitar 4,46%. Namun beruntung, setidaknya kejatuhan tembaga ini tidak dipengaruhi oleh kebijakan bea impor aluminium dan baja Amerika Serikat (AS).
Mengutip Bloomberg, pada penutupan perdagangan Jumat (16/3) harga tembaga kontrak tiga bulanan di London Metal Exchange (LME) turun 0,46% ke level US$ 6.888 per metrik ton dibandinkan hari sebelumnya. Padahal di awal tahun harganya masih bertengger di level US$ 7.205 per metrik ton.
Andri Hardianto, Analis PT Asia Tradepoint Futures melihat, kegagalan smelter di China dalam mengurangi pasokan 30% produksi normal turut mempengaruhi stok tembaga. Per tanggal 16 Maret lalu stok tembaga naik 10% dari pekan sebelumnya. "Selain itu harga tembaga juga masih terkena pengaruh dollar AS yang menguat," ujarnya kepada Kontan.co.id.
Bagaimanapun ekspektasi kenaikan suku bunga The Fed yang cukup tinggi memberi sentimen positif bagi dollar AS dan menekan harga komoditas. Jika pada pertemuan Federal Open Market Committee ( FOMC ) Kamis (19/3) nanti suku bunga benar-benar dinaikkan, ia melihat harga tembaga akan mengalami koreksi sesaat.
Meski di bawah tekanan, tetapi menurutnya nasib tembaga masih lebih dibanding aluminium. Tembaga tidak harus menanggung beban pengenaan pajak impor AS. Ditambah lagi secara fundamental, komoditas ini masih mendapat sentimen positif.
Pasokan tembaga sepanjang tahun 2018 diperkirakan masih tetap akan defisit karena gangguan produksi di beberapa tambang. Risiko pemogokan di kawasan Amerika Latin karena negosiasi tenaga kerja masih banyak terjadi. Ada lebih dari 30 kontrak kerja yang mencakup 5 juta ton pasokan tambang yang berakhir di tahun ini. INTL FCStone memperkirakan pasar tembaga akan mengalami defisit 130.000 ton tahun ini. Bahkan diyakini defisit tembaga akan berlanjut hingga tahun 2020.
Walaupun mengalami defisit, menurut Andri, harga sedikit mendapat tekanan. Maklum, mulai musim panas ini smelter di China akan kembali produksi. Jika tingkat permintaan masih cukup tinggi ada peluang harga bisa berbalik menguat. Pada akhir kuartal I 2018 diperkirakan pergerakan harga tembaga akan berada di kisaran US$ 6.500 - US$ 6.600 per metrik ton.