a a a a a
logo
Short Landscape Advertisement Short ~blog/2022/2/1/pak prihadi
Bersama Kita Membangun Kemajuan Industri Smelter Nasional
News

Sejumlah Penambang Nikel Setop Produksi

Sejumlah Penambang Nikel Setop Produksi
Bisnis.com, JAKARTA — Sejumlah pelaku usaha tambang nikel disebut memilih menghentikan kegiatan penambangan dan produksinya seiring dengan berlakunya larangan ekspor bijih nikel mulai 1 Januari 2020 dan belum dibenahinya tata niaga domestik.

Sekjen Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) Meidy Katrin Lengkey mengatakan bahwa pilihan tersebut diambil mengingat harga beli dari pemilik smelter masih belum sesuai dengan harapan penambang. Dia juga tak menampik adanya perusahaan yang memilih gulung tikar akibat beban yang ikut melonjak mengingat adanya kenaikan royalti untuk bijih nikel dari 5% menjadi 10%.

“Diam, banyak yang enggak produksi,” ujarnya kepada Bisnis, Minggu (12/1/2020).

Kendati demikian, pihaknya tak merinci berapa banyak penambang yang tak melakukan kegiatan penambangan dan produksinya. Belum turun tangannya pemerintah dalam mengatur tata niaga nikel saat ini pun berdampak banyak penambang yang memilih berdiam diri.
Baca juga: Target Pembangunan Smelter hingga 2022 Diperkirakan Meleset

“Mungkin kalau HPM [Harga Patokan Mineral]-nya diatur akan kembali menambang,” ucapnya.

Meidy berharap pemerintah hadir dalam aturan tata niaga nikel domestik yang bisa mendorong harga nikel dapat mengikuti HPM. Dia meyakini apabila hal tersebut terealisasi maka aturan royalti ini tidak akan menjadi masalah.

Sejauh ini, harga nikel di pasar domestik lebih ditentukan melalui kesepakatan bisnis ketimbang HPM.

Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) Rizal Kasli berpendapat banyak tambang nikel yang tidak memiliki smelter sehingga tidak bisa berproduksi kecuali menjual bijihnya ke smelter yang sudah beroperasi.

“Sebagian masih dalam tahap penyelesaian smelter dan kemungkinan akan beroperasi semua pada 2022,” katanya.

Menurutnya, untuk penambang yang tidak memiliki smelter, pemerintah mengarahkan untuk menjualnya kepada smelter yang ada. Kendati demikian, pihaknya tak memungkiri masih masalah dalam tata niaga nikel yakni ketidaksesuaian harga, kualitas, surveyor antara pemasok nikel (tambang) dan pembeli (smelter).