Shandong Berniat Bangun Hilirisasi Nikel dari NPI hingga SS
Sementara itu, Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Kemenperin Harjanto menyatakan, Shandong berniat membangun hilirisasi nikel dari NPI hingga stainless steel (SS). Ini tak lepas dari besarnya potensi pasar SS.
“Jadi, mereka tidak hanya sampai di NPI, tapi sampai ke SS. Potensi SS besar, karena dibutuhkan industry farmasi serta makanan dan minuman,” kata Harjanto kepada Investor Daily.
Dia menuturkan, Shangdong akan menggandeng mitra lokal, yang berperan sebagai pemasok bahan baku bijih nikel untuk diolah menjadi NPI. Selanjutnya, NPI diolah lagi menjadi SS.
Dengan investasi sebesar itu, Harjanto menilai, industri tersebut bisa mengajukan insentif fiskal berupa tax holiday ataupun tax allowance. Industri SS juga berpotensi besar untuk masuk ke pasar ekspor. “Pak Menteri menanyakan pasarnya bagaimana? Lalu Shangdong optimistis ada peluang di Indonesia. Apalagi, Indonesia memiliki sumber bahan baku memadai,” kata dia.
Selain wilayah Sulawesi, dia menuturkan, Kalimantan Utara memiliki potensi besar untuk pengembangan industri berbasis logam. Hanya saja, hingga kini, masih ada kendala infrastruktur listrik.
Menurut dia, Kalimantan Utara termasuk dalam koridor One Belt One Road (OBOR) yang digagas Tiongkok. Saat ini, baru PT Inalum yang berniat membangun smelter alumina berkapasitas 1 juta ton per tahun di kawasan itu.
Tsingshan Holding Group juga menjajaki investasi US$ 28 miliar di Kawasan Industri Tanah Kuning, Kalimantan Utara. Total luas lahan kawasan industri itu mencapai 11 ribu hektare (ha) dan akan diperluas hingga 25 ribu ha.
Tsingshan berminat membangun pabrik feronikel berkapasitas 1,5 juta ton per tahun, ferokrom 1,2 juta ton, SS 2 juta ton, mangan 500 ribu ton, ferosilikon 200 ribu ton, alumina 1 juta ton, dan yang paling besar adalah baja karbon sebanyak 10 juta ton. Selain itu, Tsingshan berencana membangun hydro power plant berkapasitas 7.200 MW. (bersambung)