Smelter Freeport di Gresik Lambat, Tim Independen Evaluasi
Bisnis.com, JAKARTA—Pemerintah akan mengevaluasi pembangunan fasilitas pemurnian di Indonesia melalui tim verifikator independen.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono mengatakan evaluasi tersebut dilakukan untuk menilai persentase pembangunan smelter. Hal tersebut akan berpengaruh pada bea keluar yang akan diterapkan dan kelanjutan rekomendasi ekspor.
"Misalnya besi di Sebuku. Dia sebetulnya udah maju, tapi karena kemarin dianggap masih 0%, bea keluarnya dianggap 7,5%. Nanti segera dievaluasi, jadi bayarnya enggak 7,5%," katanya di Kantor Kementerian ESDM, Senin (3/7).
Untuk smelter yang dibangun PT Amman Mineral Nusa Tenggara melalui PT Amman Mineral Industri (PTAMI) di Nusa Tenggara Barat, progresnya masih dianggap 0% karena baru dalam tahap studi kelayakan. Alhasil, bea keluar yang dikenakan untuk eskpor konsentrat tembaganya sebesar 7,5%.
Adapun evaluasi pembangunannya akan diketahui pada Oktober mendatang atau enam bulan setelah rekomendasi ekspor diperoleh. Nantinya hasil evaluasi tersebut akan menentukan kelanjutan kegiatan ekspor PTAMNT.
"Nanti sampai enam bulan sama enggak? Itu yang sedang dilakukan [evaluasi]," tuturnya.
Adapun PT Freeport Indonesia (PTFI) berpeluang ikut serta dalam pembangunan smelter milik PTAMNT tersebut.
Pasalnya, kendati sudah ada komitmen dalam membangun smelter sendiri di Gresik, Jawa Timur, pembangunan smelter milik PTFI terserbut masih belum dilanjutkan. Terakhir, progresnya baru mencapai kisaran 14%.
Sebelumnya, juru bicara PTFI Riza Pratama mengatakan kelanjutan pembangunan smelter PTFI akan berjalan mulus apabila pihaknya mendapat kepastian perpanjangan operasi hingga 2041.