Jakarta: Pembuatan smelter nikel diyakini membuat Indonesia mandiri. Hasil tambang Indonesia bakal memiliki nilai lebih sehingga mengundang investasi datang.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyebut smelter nikel menghasilkan bahan baterai litium. Hal itu sejalan dengan rencana Eropa yang menggunakan mobil listrik bertenaga baterai litium pada 2027.
"Nantinya produsen (baterai litium) terbesar Indonesia. Mereka (Eropa) tidak boleh dikte kita lagi," kata Luhut dalam program Economic Challenges Metro TV bertajuk ‘Hilirisasi Menggaet Investasi,’ Senin, 27 Juli 2020.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?Happy Inspire Confuse Sad Luhut menyebut pembuatan smelter untuk mendorong hilirisasi nikel harus didukung. Dia meminta seluruh pihak solid mewujudkan rencana itu.
"Kita harus kompak. Jangan merusak diri kita dengan mengatakan (rencananya) tidak terukur," ujar dia.
Meski begitu, kata Luhut, bukan berarti Indonesia bakal menutup kerja sama dengan negara lain. Nantinya, posisi tawar Indonesia meningkat sehingga membawa keuntungan yang lebih.
"Apa yang bisa kita beri, apa yang harus kita tahan, tapi kita harus dapat untung," kata Luhut.
Baca: Hilirisasi Nikel Mandek karena Negara Tak Konsisten
Sebelumnya, Luhut mengatakan hilirisasi nikel yang tengah dilakukan pemerintah bisa menjadikan Indonesia sebagai pemain utama dunia baterai lithium. Menurut Luhut, Indonesia memiliki cadangan bijih nikel terbesar dan terbaik kualitasnya di dunia.
Indonesia, kata Luhut, akan mendorong terus pengembangan baterai litium untuk kendaraan listrik. Pasalnya, pada 2030 nanti, Eropa akan mewajibkan semua kendaraan berbasis listrik.
Selain berujung pada baterai litium, hilirisasi nikel saat ini telah memberikan nilai tambah hingga 10,2 kali lipat. Dalam catatan Luhut, ekspor bijih nikel pada 2018 sebanyak 19,25 juta ton mencapai nilai USD612 juta.
Namun, setelah diproses menjadi stainless steel slab, ekspor produk hilirisasi tersebut sebanyak 3,85 juta ton menghasilkan USD6,24 miliar.