PANGKALPINANG - Smelter PT. Refined Bangka Tin (RBT) diduga kembali beroperasi. Tidak ada yang tahu pasti sejak kapan Perusahaan pertambangan timah terbesar kedua setelah PT Timah ini kembali melakukan aktivitasnya. Hanya saja berdasarkan Elektronik Surat Keterangan Asal (E-SKA) Dinas Perdagangan dan Industri (Disperindag) Babel, RBT sudah mengekspor timahnya dalam jumlah cukup besar yakni 1.353.113 kg.
"Kalau berdasarkan data E-SKA yang kita miliki, data Desember 2016 lalu ada aktivitas ekspor dari PT. RBT sebesar 1.353.133 kg dengan nilai 20.726.636 USD," ujar Kabid Pengembangan Perdagangan Disperindag Babel, Riza Aryani.
Lebih lanjut, Riza mengatakan tidak mengetahui secara pasti sejak kapan ekspor yang dilakukan PT RBT. "Secara detail saya tidak tahu, yang pastinya ada tercantum di data SKA kita. Apalagi saya baru menjabat di bidang ini," katanya. Menurut Riza, ada perubahan management di tubuh perusahaan RBT tersebut dikarenakan yang mengajukan SKA orang yang berbeda. "Ada perubahan management. Jadi kalau info RBT tidak eskpor maka masih management yang lama, sekarang sudah berubah kurang 1 sampai 2 tahun terakhir," ungkapnya.
Sementara itu, Humas Bea Cukai Pangkalpinang, Rohman membenarkan PT. RBT masih melakukan ekspor balok timah. Sayangnya pihak Bea Cukai tidak memberikan detail berapa jumlah timah yang di eskpor oleh RBT. "Iya, pada Desember lalu Smelter ini (RBT-red) ada melakukan ekspor," ujar Rohman.
Menurut Rohman selama dokumen pengajuan lengkap maka pihaknya akan melayani. "Siapapun akan kita layani selama dokumen yang diajukan mereka itu lengkap," tuturnya. Untuk diketahui, RBT yang merupakan bagian dari Artha Graha Network merupakan perusahaan swasta yang didirikan sejak tahun 2007 dan memiliki wilayah operasi di Babel. RBT menjadi salah satu produsen logam timah yang terbesar di Indonesia, dengan kapasitas 2.000 ton setiap bulan.
Diketahui, pada pertengahan Februari 2016 lalu, PT. RBT yang juga merupakan bagian dari Artha Graha Network ini menyatakan tutup. Alasan tutupnya aktivitas tambang timah dan operasi pemasarannya, karena komitmen untuk menjaga lingkungan dan mendukung kebijakan pemerintah dan Presiden Jokowi kepada Konvensi Kerangka Kerja PBB untuk Perubahan Iklim (UNFCCC). "Semua pemegang saham Indonesia dan mitranya di Singapura telah sepakat untuk menghentikan operasi. Kawasan itu akan dijadikan area konservasi," kata Chairman Artha Graha Network Tomy Winata dalam sebuah pernyataan yang dirilis di Jakarta, Senin malam.
Belakangan ini ada rumor yang beredar bahwa PT RBT telah menutup operasi tambang dan pemasarannya. Dengan pernyataan tersebut, Tomy Winata membenarkan bahwa pihaknya telah menghentikan operasi PT RBT. "Ini yang bisa saya sampaikan, RBT adalah bagian dari Artha Graha Network. Beberapa kali, laporan audit menyatakan bahwa tingkat ramah lingkungan di sana tidak mencapai apa yang saya harapkan,” kata Tomy Winata menjelasan alasannya.
Ia menambahkan bahwa Artha Graha Network mendukung penuh Indonesia memenuhi komitmen di UNFCCC untuk mengurangi emisi dan pemanasan global. Untuk komitmen tersebut, maka operasi PT RBT dihentikan. "Kawasan itu akan dijadikan area konservasi, kilang tidak akan dijual, peralatan-peralatan akan dihancurkan," tegasnya.
Sementara, dari pihak manajemen PT. RBT belum satupun yang bisa dikonfirmasi. Radar Bangka sudah melakukan komunikasi ke sejumlah nama yang dianggap berkompeten untuk di wawancara hanya saja tidak ada yang merespon.(bai)