Sri Mulyani Pastikan Tidak Ada Hal Khusus untuk Freeport
JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan, pemerintah Indonesia tidak akan memberikan privilege atau keistimewaan kepada perusahaan tambang yang bernaung di Indonesia untuk ikut menyusun Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP).
Saat ini, pemerintah sedang menyusun Rancangan Peraturan Pemerintah soal tambang, yang secara garis besar mengatur kepastian dari investasi dan penerimaan negara.
Seiring penyusunan ini, pemerintah sekarang juga tengah bernegosiasi dengan PT Freeport Indonesia. Terkait mengenai Freeport, setelah lama diam berbicara kepada wartawan soal kelanjutan dari negosiasi, Sri Mulyani akhirnya memberikan keterangan.
Menurutnya, saat ini terdapat empat hal yang masuk dalam negosiasi tersebut, yakni pembangunan smelter, kepastian divestasi 51%, kepastian dari investasi dan penerimaan negara dan, perpanjangan operasi.
Khusus untuk perundingan kepastian dari investasi dan penerimaan negara, Kementerian Keuangan merupakan pucuk pimpinan melakukan formulasi yang didasarkan UU Minerba Nomor 4 Tahun 2009. Dalam Pasal 128 disebutkan bahwa perlakuan fiskal untuk izin usaha pertambangan (IUP) dan izin usaha pertambangan khusus (IUPK).
"Kalau IUP dan IUPK itu untuk bidang pajak, pusat pengaturannya sesuai dengan kewenangan pemerintah pusat yang berdasarkan peraturan perundang-undangan," kata Sri Mulyani di Ruang Rapat Komisi XI DPR, Jakarta, Rabu (4/10/2017).
Lanjut dia, mengenai penerimaan negara tentunya tidak hanya berasal dari pajak, melainkan dari PNBP, pendapatan daerah yang tidak diatur secara eksplisit dalam UU Minerba. Kemudian, untuk memberikan kepastian investasi dan penerimaan negara, lanjut dia pemerintah juga akan menggunakan Pasal 169 dari UU Minerba.
"Di dalamnya mengamanatkan bahwa Kontrak Karya (KK) atau PKP2B yang tidak menyesuaikan ketentuan maka akan mengikuti kontrak yang ada," kata dia.
Namun, lanjut dia, pada ketentuan yang tercantum dalam pasal KK dan PKP2B dalam hal ini harus disesuaikan selambat-lambatnya 1 tahun sejak undang-undang Minerba, untuk penerimaan negara khusus untuk pasal 169 pengecualian terhadap penerimaan negara sebagaimana dimaksudkan untuk kontrak karya tersebut adalah di dalam rangka untuk meningkatkan penerimaan negara yang harus lebih banyak lebih besar dari penerimaan negara yang bukan hanya satu item.
Untuk penerimaan negara sendiri, ini terdiri dari PPh, PBB, royalti, pajak daerah, termasuk bagi hasil yang sebesar 10%. "Maka, kami menjamin RPP kepastian dari investasi dan penerimaan negara tidak mengakomodir salah satu perusahaan tambang, melainkan seluruhnya mendapat tarif pengenaan pajak yang sama," lanjutnya.
Dia menyebutkan juga, tidak ada hal yang sifatnya rahasia atau konsesi yang diberikan hanya untuk satu perusahaan. "Ini untuk seluruh apa perusahaan yang bergerak di Minerba, dimana mereka memang diatur dalam berbagai macam rezim, ada yang rezimnya KK, ada yang PKP2B, ada yang kemudian hijrah menjadi IUP ada menjadi IUPK."
Sri Mulyani mengatakan pemerintah akan mencoba mengatur hal tersebut di dalam peraturan pemerintah dan semangatnya tetap untuk kepentingan Republik Indonesia dari sisi penerimaan negara.
"Jadi saya sampaikan berkali-kali bahwa peraturan pemerintah ini, dalam rezim sekarang ini harus lebih besar sisi penerimaan negara dibandingkan rezim-rezim sebelumnya," pungkasnya.