Sstt..Ada Rumor Investor China Bakal Cabut dari Smelter RI!
Jakarta, CNBC Indonesia - Target Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, meningkatkan nilai ekspor stainless steel Indonesia menjadi US$ 13-15 miliar atau setara Rp 222 triliun (asumsi kurs Rp 14.800 per US$) pada 2021 mendatang tampaknya tidak akan berjalan mulus.
Pasalnya, kini beredar kabar salah satu investor stainless steel asal China akan menutup pabriknya dari Indonesia.
CEO PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), Alexander Barus, mengatakan dirinya mendengar ada isu tersebut, karena investor China tersebut akan membangun pabrik stainless steel di China dengan kapasitas 4 juta metric ton.
"Saya mendengar, mudah-mudahan ini tidak benar, bahwa partner kami akan bangun pabrik stainless steel di Wuhan 4 juta metric ton dengan mengharapkan NPI dari Indonesia, artinya apa? Artinya fasilitas stainless steel di Indonesia ini akan ditutup," tuturnya dalam sebuah diskusi nikel pada Selasa (14/10/2020).
Namun sayangnya dia enggan menuturkan alasan utama rencana hengkangnya investor asal China tersebut, dan perusahaan mana yang dimaksud.
"Apa sebabnya? Mungkin Bapak-bapak pemerintah bisa tanya mereka. Jangan saya yang menjelaskan," ujarnya.
Menurutnya, bila investor tersebut benar akan hengkang dari Indonesia, maka kebanggaan terhadap industri stainless steel di Tanah Air akan memudar.
"Ini kalau sampai stainless steel di Indonesia ditutup, maka kebanggaan industri hilir stainless steel di sini akan jadi kesulitan," ungkapnya.
Seperti diketahui, fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) nikel di Indonesia sejak dua tahun belakangan ini telah meningkat signifikan dan juga telah memiliki sejumlah pabrik stainless steel untuk mengolah produk dari smelter tersebut.
Pabrik stainless steel ini terutama banyak berlokasi di kawasan industri Morowali yang dioperasikan IMIP.
Dikutip dari situs IMIP, di kawasan industri Morowali ini terdapat beberapa fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) nikel hingga menjadi stainlees steel maupun carbon steel. Beberapa perusahaan yang membangun smelter di lokasi ini antara lain PT Sulawesi Mining Investment yang memproduksi 1 juta ton stainless steel slab per tahun dan memiliki kapasitas smelter Nickel Pig Iron (NPI) 300 ribu ton per tahun.
Lalu, ada PT Indonesia Guang Ching Nickel and Stainless Steel Industry yang memiliki kapasitas smelter NPI 600 ribu ton per tahun dan memproduksi stainless steel slab 1 juta ton per tahun.
PT Indonesia Tsingshan Stainless Steel juga mengoperasikan smelter NPI 600 ribu ton per tahun dan stainless steel slab 1 juta ton per tahun. Selain itu, PT Indonesia Ruipu Nickel and Chrome Alloy juga memproduksi 700 ribu ton per tahun stainless steel coil. Kemudian, PT Tsingshan Steel Indonesia memproduksi carbon steel 1 juta ton per tahun dan smelter NPI 500 ribu ton per tahun.
Sebelumnya, Luhut menargetkan pada 2021 nilai ekspor stainless steel dari kawasan industri Morowali mencapai US$ 13-15 miliar atau setara Rp 222 triliun (asumsi kurs Rp 14.800 per US$), naik dari perkiraan tahun ini sebesar US$ 10 miliar atau sekitar Rp 148 triliun (asumsi kurs Rp 14.800 per US$).
Luhut mengakui, untuk ekspor baja dari kawasan industri Morowali yang dikelola PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) pada tahun ini diperkirakan hanya mencapai US$ 10 miliar, lebih rendah dari target awal sebesar US$ 13 miliar. Menurutnya, hal ini dikarenakan adanya pandemi Covid-19 yang sempat membuat ekspor stainless steel dari kawasan industri ini tertunda.
"Nah tahun depan kita targetkan (ekspor steel dari Morowali) US$ 13 miliar-15 miliar, dan pada 2024 itu akan mencapai US$ 30 miliar. Itu belum termasuk baterai lithium," tuturnya.
Dia pun mengatakan rencana pemerintah China yang akan memberikan stimulus hingga US$ 600 miliar pada tahun depan harus bisa dimanfaatkan Indonesia untuk meningkatkan ekspor ke negara tirai bambu tersebut. Tak lupa, Indonesia juga harus memperbaiki kualitas produk sehingga bisa diserap oleh mereka.
Untuk itu, menurutnya pembangunan rantai pasok (supply chain) dari hulu ke hilir bukan lah menjadi hal sebatas mimpi lagi, melainkan sudah bisa direalisasikan. Tak hanya hilirisasi nikel sampai steel, tapi menurutnya juga bisa dikembangkan sampai pembangunan pabrik baterai lithium.
"Fokus Indonesia itu hilirisasi nikel. Dulu kita ekspor raw material saja. Dari tahun ke tahun value added makin baik dan tahun ini value added lebih tinggi, lebih bagus," ujarnya.