Strategi Antam Tumbuh di Tengah Larangan Ekspor Bijih Nikel
' />
JAKARTA, investor.id - Pengoperasian smelter feronikel di Halmahera bersamaan dengan tren pertumbuhan harga jualnya akan membuat PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) tetap bertumbuh, meskipun pemerintah melarang ekspor bijih nikel. Pertumbuhan juga akan didukung atas ekspektasi peningkatan volume produksi komoditas emas, alumina, dan bauksit.
Hal ini mendorong Sinarmas Sekuritas dan Samuel Sekuritas Indonesia untuk mempertahankan pertumbuhan kinerja keuangan Antam tahun ini. Sinarmas Sekuritas memperkirakan kenaikan laba bersih menjadi Rp 1,70 triliun tahun 2020, dibandingkan perkiraan tahun 2019 sebesar Rp 1,24 triliun dan pencapaian tahun 2019 sebesar Rp 1,24 triliun. Pendapatan juga diharapkan meningkat menjadi Rp 29,56 triliun tahun 2020, dibandingkan ekspektasi tahun 2019 mencapai Rp 27,16 triliun dan realisasi tahun 2018 sebesar Rp 25,24 triliun.
Sedangkan tim Riset Sinarmas Sekuritas memperkirakan laba bersih Antam diperkirakan naik menjadi Rp 947 miliar tahun ini, dibandingkan ekspektasi tahun 2019 sebesar Rp 781 miliar dan realisasi tahun 2018 mencapai Rp 874 miliar. Pendapatan juga diperkirakan naik dari estimasi tahun 2019 Rp 34 triliun dan realisasi 2018 mencapai Rp 25,24 triliun menjadi Rp 35,64 triliun tahun 2020. Tim riset Sinarmas Sekuritas menyebutkan bahwa meskipun pemerintah melarang ekspor bijih nikel, Antam diperkirakan mampu untuk bertumbuh didukung ekspektasi kenaikan rata-rata harga jual feronikel dan peningkatan volume penjualan komoditas tersebut.
“Meskipun pemerintah melarang ekspor bijih nikel, kami yakin bahwa kenaikan harga jual nikel dan peningkatan volume produksi nikel dalam feronikel (Tni) setelah mulai dioperasikannya pabrik Halmahera bisa mengurangi dampak negatif larangan ekspor nikel terhadap perseroan,” tulis tim Sinarmas Sekuritas dalam riset yang diterbitkan di Jakarta, belum lama ini. Sinarmas Sekuritas memperkirakan kenaikan laba bersih Antam sebesar 20% tahun ini didukung atas kenaikan margin keuntungan dari bisnis nikel dan peningkatan volume produksi divisi bauksit.
Sedangkan nilai penjualan nikel perseroan diperkirakan turun tahun ini mencapai 6,6% akibat pelarangan ekspor, dibandingkan dengan feronikel dengan harapan naik tahun ini. Meski demikian Sinarmas Sekuritas tetap memangkas prospek saham ANTM dari buy menjadi add dengan target harga dipertahankan Rp 970 per saham. Target tersebut juga telah mempertimbangkan peluang kenaikan harga jual feronikel begitu juga dengan produksi komoditas tersebut. Begitu juga dengan Samuel Sekuritas Indonesia. Tim riset sekuritas ini menyebutkan bahwa perkiraan lonjakan kinerja keuangan Antam didasarkan atas beberapa strategi perseroan untuk memacu kinerja di tengah pelarangan ekspor bijih nikel (ore).
Salah satu strategi tersebut adalah peningkatan produksi emas hingga 36 juta ton sampai akhir 2020 Peningkatan pasokan diharapkan berasal dari tambang Pongkor yang izinnya selesai dua tahun mendatang. Perseroan juga sedang memfokuskan eksplorasi tambang emas baru dengan target izin 10 tahun di daerah Bitang Papua dan Sumbawa. Perseroan juga bisa mendorong produksi emas Gosowong. “Hal ini mendorong kami untuk mempertahankan rekomendasi beli saham ANTM dengan target harga Rp 1.250. Target tersebut merefleksikan perkiraan PE tahun 2020-2021 sebsar 11,3 kali dan 1 kali. Target tersebut juga mempertimbangkan lonjakan kinerja keuangan perseroan tahun ini,” tulis tim riset Samuel Sekuritas di Jakarta, belum lama ini.
Sementara itu, analis Danareksa Sekuritas Stefanus Darmagiri mengatakan, peningkatan produksi feronikel, perkiraan kenaikan volume penjualan bijih nikel untuk pasar domestik, serta pertumbuhan kontribusi komoditas bauksit dan alumina, diproyeksikan mampu untuk menutupi kehilangan pendapat atas pelarangan ekspor bijih nikel tahun ini. “Kami meyakini bahwa perseroan akan berupaya untuk menaikkan volume penjualan bijih nikel di pasar domestik sebagai strategi untuk mengurangi dampak negatif pelarangan ekspor bijih nikel terhadap pendapatan perseroan tahun ini,” terangnya dalam riset yang diterbitkan di Jakarta, belum lama ini. Dia mengatakan, volume produksi feronikel perseroan diharapkan mencapai 32 ribu ton tahun ini, dibandingkan perkiraan tahun lalu sebanyak 26 ribu ton.
Peningaktan tersebut sejalan dengan pengoperasian pabrik feronikel perseroan di Halmahera mulai tahun ini. Sedangkan harga jual nikel diperkirakan cenderung naik dalam jangka panjang didukung atas penurunan suplai nikel global dan pertumbuhan permintaan dalam jangka panjang. Berbagai faktor tersebut mendorong Danareksa Sekuritas untuk mempertahankan rekomendasi beli saham ANTM dengan target harga Rp 1.100. Target harga tersebut mengimplikasikan perkiraan PE tahun 2020 sekitar 36,6 kali. Target harga tersebut juga memperkiraan penurunan laba bersih Antam menjadi Rp 724 miliar tahun 2020, dibandingkan perkiraan tahun 2019 sebesar Rp 766 miliar dan realisasi tahun 2018 mencapai Rp 874 miliar.
Pendapatan juga diharapkan bertumbuh menjadi Rp 32,32 triliun tahun ini, dibandingkan perkiraan tahun 2019 sebesar Rp 31,81 triliun dan perolehan tahun 2018 senilai Rp 25,24 triliun. Sebelumnya, Direktur Niaga Antam Aprilandi Hidayat Setia mengatakan, tahun 2020 akan menjadi tahun yang menantang bagi perseroan, lantaran pemerintah sudah menetapkan larangan bagi perusahaan tambang untuk melakukan ekspor biji nikel. Karena itu, perseroan akan fokus terhadap pengembangan bisnis hilirisasi, termasuk peluang kerja sama dengan mitra strategis, seperti Shandong Xinhai Technology Co Ltd.
Sumber : Investor Daily
Artikel ini telah tayang di Investor.id dengan judul "Strategi Antam Tumbuh di Tengah Larangan Ekspor Bijih Nikel" Penulis: Parluhutan Situmorang Read more at: https://investor.id/market-and-corporate/strategi-antam-tumbuh-di-tengah-larangan-ekspor-bijih-nikel