Kinerja ekspor timah yang belakangan ini dirasa lesu membuat Sucofindo mengambil langkah dengan menggandeng tiga perusahaan swasta smelter timah di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel). Tiga perusahaan smelter dalam proses kerja sama dengan Sucofindo, yaitu PT Refined Bangka Tin (RBT), PT Artha Cipta Langgeng (ACL), dan PT Mitra Stania Prima (MSP).
Sejauh ini, Sucofindo sebenarnya telah bekerja sama dengan PT Timah Tbk untuk melakukan smelter timahnya. Merasa perlu meningkatkan geliat porsi ekspor, perluasan kerja sama pun dilakukan dengan tiga perusahaan swasta tersebut.
“Kami selalu terbuka pada siapa saja yang mau datang. Jika selama ini hanya ada PT Timah, bukan berarti ada syarat khusus atau perlakuan istimewa,” ujarnya di Pangkalpinang, seperti dilansir dari Antara, Selasa (11/12).
Dalam pandangan Haris, sejak terbitnya Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 78 Tahun 2012 tentang Ketentuan Ekspor Timah, perusahaan swasta tidak lagi leluasa mengekspor timah ke berbagai negara tujuan ekspor.
Singkat cerita, Kementerian Perdagangan kala itu menginginkan iklim tambang yang eco friendly. Peraturan itu kembali disempurnakan dalam Permendag Nomor 33 Tahun 2015.
Dalam beleid anyar itu, termaktub hanya ada tiga jenis produk timah bisa diekspor, yakni timah murni batangan berkadar Stannum (Sn) 99,9%, timah solder Sn 99,7%, serta barang lainnya dari timah berkadar Sn 96%.
Terkait dengan penambangan serta ekspor timah, Sucofindo bertugas melakukan proses verifikasi asal-usul beserta ekspor timah. Dari penuturan Haris, pihaknya sudah memberikan sosialisasi tentang tahapan, prosedur, dan tatacara Sucofindo melakukan verifikasi.
“Kami sebenarnya terbuka, siapa saja yang mau datang ke Sucofindo pasti dilayani sepanjang yang mengajukan telah memenuhi ketentuan-ketentuan yang sudah ditetapkan, karena tugas kami melayani,” katanya.
Vice President SBU Mineral Sucofindo, Deni Yuswantini mengatakan, sebagai surveyor, Sucofindo perlu mengetahui kegiatan operasional tambang pelanggan dari intinya.
“Kami lihat koordinatnya di mana, lalu melalukan survei sesuai lahan yang mereka miliki. Dari sana, kami buat laporan terkait asal usul produk tersebut sebelum mereka murnikan,” ujarnya.
Setelah verifikasi asal-usul terbit, perusahaan penambang akan melakukan pelaporan pada Dinas ESDM untuk izin ekspor. Jika kuota ekspornya sudah keluar, baru mereka akan lebur.
“Ketika peleburan itu, Sucofindo hadir lagi untuk memastikan barang yang dilebur adalah sama atau sesuai dengan verifikasi asal usul atau sama sumbernya,” singkatnya.
Bicara soal ekspor timah, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Kepulauan Babel Darwis Sitorus mengatakan, ekspor timah pada Oktober 2018 turun hingga 33,69% karena berkurangnya produksi sumber daya mineral daerah itu. Dari penuturan Darwis, penurunan ekspor tersebut diakibatkan penutupan beberapa smelter.
“Penurunan produksi timah ini tidak hanya mempengaruhi ekspor, tetapi juga pertumbuhan ekonomi masyarakat di daerah ini,” ujarnya seperti dilansir Antara.
Tercatat, ada penurunan nilai ekspor timah ke sejumlah negara seperti Singapura, Belanda, Korea Selatan, dan India. Untuk pasar Singapura, Babel hanya mampu mengirim timah senilai US$33,4 juta pada Oktober 2018. Capaian itu turun 37,41% dibandingkan pada September 2018 dan merosot sebanyak 25,69% dibanding bulan yang sama pada tahun sebelumnya.
Sementara itu, untuk Belanda, nilai ekspor timah pada Oktober 2018 turun 65,37% dibanding bulan September menjadi hanya US$5,3 juta. Angka itu pun turun hingga 74,24% dibanding Oktober 2017.
Untuk Korea Selatan, nilai ekspor timah pada Oktober 2018 sebanyak US$9,8 juta. Nilai ini turun 45,5% dibandingkan bulan sebelumnya. Begitu pula India, pada Oktober 2018 nilai ekspornya juga turun 46,03% dari September 2018 yang nilainya hanya US$8,7 juta.
Sementara sepanjang tahun 2017, Provinsi Babel mampu mengekspor sebanyak 69,18 juta kg timah, dengan total nilai mencapai US$1,39 miliar.