a a a a a
logo
Short Landscape Advertisement Short ~blog/2022/2/1/pak prihadi
Bersama Kita Membangun Kemajuan Industri Smelter Nasional
News

Tarik Ulur Ekspor Konsentrat

Tarik Ulur Ekspor Konsentrat
Mengacu pada Undang- Undang tentang Mineral dan Batubara (Minerba) tahun 2009 dan baru diberlakukan tahun 2014, perusahaan tambang sejatinya dilarang mengekspor konsentrat. Namun, mereka boleh mengekspor dengan catatan membangun pabrik pengolahan bijih mineral dan konsentrat (smelter).

Volume ekspor konsentrat yang diizinkan untuk diekspor disesuaikan dengan perkembangan pembangunan smelter. Pemerintah secara rutin mengevaluasi progress pembangunan smelter perusahaan tambang.

Sejauh ini, izin ekspor diberikan oleh Kementerian Perdagangan, atas rekomendasi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Izin ekspor ditinjau setiap enam bulan sekali. Keputusan perpanjangan atau tidak dikaitkan dengan perkembangan pembangunan smelter perusahaan yang bersangkutan.

Dalam implementasinya selama ini, aturan ekspor mineral dan konsentrat yang dikaitkan dengan pembangunan smelter terkesan main-main. Peraturan itu seperti dapat dinegosiasikan. Pemerintah seolah tidak berdaya menghadapi pemain tambang-tambang besar sehingga cenderung tidak tegas dan inkonsisten.

Kita menyaksikan bagaimana beberapa perusahaan tambang besar yang izin ekspornya sudah habis tetapi selalu saja diperpanjang beberapa kali, meskipun perkembangan pembangunan smelternya tidak sesuai dengan yang dijanjikan. Pemerintah mengalah ketika perusahaan yang bersangkutan berhenti beroperasi dan merengek minta ekspor konsentratnya dibuka lagi.

Dengan berhenti operasi sementara sehingga ribuan karyawan terpaksa dirumahkan, pemerintah pun luluh. Itu adalah senjata ampuh yang selalu mereka gunakan untuk menekan dan mendikte pemerintah. Masalah kemudian bertambah lagi ketika pemerintah menerbitkan peraturan baru. Melalui Peraturan Pemerintah (PP) No 1 Tahun 2017, ekspor konsentrat hanya diberikan kepada perusahaan tambang yang mengantongi izin usaha pertambangan khusus (IUPK). Izin tidak akan diberikan lagi kepada pemegang kontrak kar ya. Izin ekspor pun hanya berlaku untuk lima tahun ke depan.

Celakanya, perusahaan tambang skala besar yang beroperasi di Indonesia banyak yang statusnya masih kontrak karya (KK). Tak ada jalan lain, para pemegang KK mau tidak mau harus berubah menjadi IUPK. Untunglah, pemerintah mempermudah perubahan dari KK menjadi IUPK. Tak sampai dua bulan, perubahan status itu keluar.

Kita ambil contoh PT Freeport Indonesia yang izin perubahan dari KK ke IUPK keluar pekan lalu. Tapi permasalahan tidak berhenti di situ. PT Freeport masih dihadapkan pada ketidakpastian perpanjangan kontrak investasi yang berakhir pada 2021 serta kewajiban untuk divestasi saham sebesar 51%.

Kita berharap pemerintah dan perusahaan tambang besar duduk bersama untuk berbicara secara terbuka, transparan, dan mencari solusi terbaik, agar tercipta penyelesaian yang sama-sama menguntungkan (win-win solution). Jangan ada lagi tawar-menawar lewat cara-cara mengakali peraturan yang ada, dengan mengatasnamakan imbal balik yang diberikan kepada negara, baik itu berupa pajak-pajak dan royalty maupun penyerapan jumlah tenaga kerja yang cukup besar.

Kita sangat mengapresiasi kontribusi mereka terhadap negara, namun itu jangan dijadikan senjata yang membuat pemerintah berada dalam posisi dilematis. Cara-cara seperti itu hanya akan merugikan kedua pihak. Perusahaan tambang di Indonesia yang selama ini mendapat stigma negative karena dituduh terlalu mengeruk kekayaan alam, citranya bakal bertambah negatif.

Sedangkan pemerintah dicap sebagai regulator yang tidak konsisten. Itu jelas buruk bagi iklim investasi, karena yang dibutuhkan para pemilik modal adalah kepastian iklim investasi dan kepastian hukum, termasuk regulasi.

Di pihak lain, jangan ada lagi politisasi terhadap perusahaan tambang yang ada di Indonesia, seperti yang terjadi selama ini. Eksistensi dan operasi mereka harus dibuat nyaman, tidak dikait-kaitkan dengan isu nonekonomi yang hanya akan menambah buruk citra Indonesia di mata internasional. Investor jangan merasa dipermainkan oleh pemerintah dan politisi.

Kita mengimbau seluruh perusahaan tambang dan perusahaan yang bergerak dalam bidang sumber daya alam untuk menaati peraturan pemerintah. Jangan karena memiliki posisi tawar yang besar kemudian cenderung menekan pemerintah. Di pihak lain, pemerintah juga harus bertindak tegas dan konsisten dengan peraturan yang telah dibuat. Jangan ada pilih kasih dan diskriminasi yang dapat memicu rasa ketidakadilan atau justru menimbulkan antipati. (*)