Tembaga dinilai lebih cocok jadi komponen pendukung baterai kendaraan listrik
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rencana pemerintah yang hendak memanfaatkan tembaga sebagai alternatif bahan pembuatan baterai kendaraan listrik mendapat tanggapan dari Asosiasi Perusahaan Industri Pengolahan dan Pemurnian Indonesia (AP3I).
Ketua Umum AP3I Prihadi Santoso menyebut, pada dasarnya karakteristik tiap mineral berbeda-beda, termasuk tembaga. Sehingga perlu perencanaan yang matang terlebih dahulu apabila ingin menjadikan tembaga sebagai salah satu bahan baku baterai kendaraan listrik.
Lagi pula, menurutnya untuk saat ini, tembaga lebih tepat disebut sebagai komponen pendukung pembuatan baterai kendaraan listrik, alih-alih sebagai bahan baku utama seperti halnya nikel atau kobalt.
Bijih tembaga memiliki sejumlah unsur senyawa, salah satunya H2SO4 atau asam sulfat. Zat tersebut melekat di dalam tembaga murni dan baru bisa dilepas melalui pembakaran di pabrik smelter. Umumnya, asam sulfat kerap digunakan sebagai bahan pembuatan pupuk.
Namun demikian, asam sulfat juga bisa dimanfaatkan sebagai pelapis zat nikel dan kobalt untuk pembuatan baterai litium atau baterai kendaraan listrik. “Jadi H2SO4 ini untuk mengikat unsur-unsur lain di dalam baterai tersebut,” imbuh dia, Minggu (20/9).
Ia menambahkan, sah-sah saja jika pemerintah ingin mendorong pembangunan smelter tembaga di Kawasan Industri Weda Bay, Halmahera Tengah, untuk mendukung ketersediaan komponen baterai kendaraan listrik. “Ini karena sumber daya tembaga berada di Timika sehingga lebih dekat untuk dibawa ke sana,” ujarnya.
Sebelumnya, diberitakan bahwa Menteri Koordinator Maritim dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan menyatakan pada 2024 mendatang Indonesia sudah bisa memproduksi baterai kendaraan listrik litium tipe 811. Untuk memproduksi baterai tersebut, pemerintah menggaet dua perusahaan asing yaitu LG Chem asal Korea Selatan dan CATL asal China.
Ia berpendapat, salah satu upaya untuk memuluskan produksi baterai kendaraan listrik adalah mendorong hilirisasi di sektor tambang mineral.
Untuk itu, pemerintah turut mendorong agar pembangunan smelter bisa dilakukan di Halmahera Tengah dengan bahan baku tembaga dari Timika. Jarak Halmahera Tengah dan Timika yang tergolong dekat diharapkan akan membuat biaya produksi lebih rendah.
Smelter tersebut juga diharapkan dapat memproduksi kabel tembaga, pipa tembaga, dan asam sulfat yang dibutuhkan sebagai bagian dari baterai kendaraan listrik.