KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Membaiknya harga nikel pada Oktober tahun ini menjadi US$ 11.675 per ton, tak membuat tiga pabrik pemurnian (smelter) nikel kembali beroperasi.
Hingga saat ini, PT Indoferro dan PT Bintang Timur Steel di Cilegon, serta PT Cahaya Modern Metal Industri belum kunjung melakukan pemurnian. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), menyebut tidak beroperasinya ketiga smelter perusahaan tersebut lebih dipengaruhi oleh harga bahan baku. Yakni kokas.
Kepala Biro Komunikasi Layanan Informasi Publik dan Kerjasama, Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana menyebutkan, berhentinya operasi ketiga smelter itu akibat kenaikan biaya operasi dan harga kokas mencapai US$ 300 per ton dari sebelumnya hanya US$ 100 per ton.
"Menurut saya, iji tidak ada kaitannya antara dibukanya ekspor (PP 01/2017) dengan berhentinya operasi smelter dalam negeri. Supply ore tetap terjamin," ujarnya menjelaskan kepada KONTAN, Senin (16/10).
Namun sampai saat ini, meskipun harga nikel cenderung membaik, dari ketiga perusahaan tersebut belum ada yang melaporkan ke Kementerian ESDM untuk kembali beroperasi.
Dirjen Minerba Kementerian ESDM, Bambang Gatot Ariyono mengatakan, salah satu perusahaan itu mengalami masalah ekonomi akibat pengoperasian peleburan nikel dengan menggunakan teknologi blast furnace.
Teknologi itu sangat dipengaruhi oleh harga bahan baku, salah satunya adalah kokas. Sialnya harga kokas, yang memiliki porsi 40% dari total biaya produksi, meningkat hingga US$ 300 per ton sejak akhir tahun 2016 atau naik tajam dibandingkan harga kokas pada tahun 2015 yang hanya US$ 100 per ton. "Hal inilah yang menjadi penyebab terhentinya kegiatan produksi PT Cahaya Modern Metal Industri, ujarnya.
Sementara, operasi PT Indoferro dan PT Bintang Timur Steel sejak awal tidak didesain untuk memurnikan bijih nikel.
Tingkat keekonomiannya berbeda dengan desain awal. PT Indoferro semula memurnikan bijih besi sedangkan PT Bintang Timur Steel semula memurnikan bijih mangan.
Direktur Pengembangan Indoferro Jonatan Handjojo membenarkan, smelter Indoferro hingga saat ini belum bisa kembali beroperasi. "Masih tidur nyenyak," ungkapnya kepada KONTAN, Senin (16/10).
Terkait smelter Indoferro yang akan diakuisisi oleh perusahaan asal Rusia, yaitu Blackspace, Jonatan langsung membantahnya. Menurutnya, Indoferro akan tetap mengoperasikan sendiri. "Mau dijalankan lagi," tegasnya.