Tim pengawas tata niaga Nikel dibentuk, AP3I masih berharap penyesuaian formula harga
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah membentuk tim pengawas tata niaga nikel domestik melalui terbitnya Keputusan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Nomor 108 tahun 2020 tentang tim kerja pengawasan pelaksanaan Harga Patokan Mineral (HPM) nikel.
Asosiasi Perusahaan Pengolahan dan Pemurnian Indonesia (AP3I) berharap tim pengawas tersebut bisa menjadi wasit yang adil dalam transaksi bisnis nikel di dalam negeri.
"Mari berikan kesempatan pemerintah yang dipimpin oleh Deputi Kemenko Marves bidang ESDM untuk jadi wasit yang adil antara penambang dan smelter," kata Ketua Umum AP3I Prihadi Santoso kepada Kontan.co.id, Senin (17/8).
Seperti diketahui, tata niaga dan harga nikel domestik memang memunculkan polemik. Pasalnya, meski berdasarkan kontrak business to business (b to b), namun selama ini harga transaksi bijih nikel lebih ditentukan oleh perusahaan smelter.
Kementerian ESDM pun lantas menerbitkan Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 11 tahun 2020 yang mengatur tentang tata niaga nikel domestik berdasarkan HPM. Namun, sejak diterbitkan pada April 2020 lalu regulasi tersebut belum ditaati.
Menurut Prihadi, belum terealisasinya aturan tersebut terjadi karena pelaku usaha masih mengkaji dan melakukan sejumlah pertimbangan. "Harap lupakan pencapaian periode Maret sampai dengan Agustus 2020, ini karena semua pihak masih belajar dan mengukur kekuatan masing-masing," jelas dia.
Namun, AP3I belum secara tegas menjamin para pelaku usaha smelter bisa segera menerapkan HPM sebagai acuan transaksi bijih nikel, meski pemerintah telah membentuk tim pengawas. Sebab, pelaku usaha smelter masih berharap adanya penyesuaian formula pada pengaturan tata niaga nikel ini,
"Tunggu adanya penyesuaian kecil formula," kata Prihadi tanpa menjelaskan penyesuaian formula yang diharapkan pelaku usaha smelter.
Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Anna Suci Perwitasari
Namun, AP3I belum secara tegas menjamin para pelaku usaha smelter bisa segera menerapkan HPM sebagai acuan transaksi bijih nikel, meski pemerintah telah membentuk tim pengawas. Sebab, pelaku usaha smelter masih berharap adanya penyesuaian formula pada pengaturan tata niaga nikel ini,
"Tunggu adanya penyesuaian kecil formula," kata Prihadi tanpa menjelaskan penyesuaian formula yang diharapkan pelaku usaha smelter.
Adapun, HPM logam nikel yang tercantum dalam Permen ESDM No. 11/2020 merupakan harga batas bawah (floor price) yang harus ditaati oleh penambang dan smelter. Sekalipun harga transaksi lebih rendah dari HPM pada periode tertentu atau karena ada penalti atas mineral pengotor (impurties), penjualan dapat dilakukan di bawah HPM dengan selisih paling tinggi 3%.
Untuk memastikan berlakunya HPM pada tata niaga nikel, pemerintah membentuk tim kerja pengawasan. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan menerbitkan Keputusan Menko Marves Nomor 108 tahun 2020, pada 13 Agustus 2020.
Beleid tersebut menyebutkan, tim kerja tersebut melakukan tugas teknis pengawasan terhadap transaksi jual beli bijih nikel antara pelaku usaha pertambangan dan smelter. Ada tujuh cakupan tugas dari tim kerja tersebut.
Pertama, memastikan harga yang digunakan dalam transaksi jual/beli bijih nikel sesuai dengan HPM. Kedua, memastikan bijih yang diperjualbelikan merupakan bijih yang ditambang dari wilayah IUP yang telah berstatus Clean and Clear serta sesuai dengan kontrak yang disepakati.
Ketiga, memberantas aktivitas traders yang merugikan bagi pelaku usaha pertambangan dan pengguna akhir bijih nikel. Keempat, memastikan perusahaan surveyor yang digunakan oleh pihak penjual dan pembeli bijih telah terdaftar di Kementerian/Lembaga, serta telah melaksanakan kegiatan usahanya sesuai standar dan ketentuan yang berlaku.
Kelima, memastikan perusahaan pertambangan menerapkan prinsip-prinsip pengelolaan tambang yang baik dalam wilayah IUP-nya sesuai dengan ketentuan yang berlaku, serta memastikan perusahaan pengolahan dan pemurnian melaksanakan manajemen kesehatan dan keselamatan kerja, pengelolaan lingkungan, serta perdagangan yang baik.
Keenam, memantau laporan kepatuhan atas Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 Tahun 2020 yang disampaikan secara triwulanan oleh pelaku usaha pertambangan dan pelaku usaha pengolahan dan pemurnian. Ketujuh, memberikan rekomendasi kepada Kementerian dan Lembaga berwenang untuk memberikan sanksi terhadap pihak yang melanggar.
Merujuk pada lampiran beleid tersebut, pengarah tim kerja terdiri dari pimpinan kementerian dan lembaga terkait. Yakni Menko Marves, Menteri ESDM, Menteri Perindustrian, Menteri Perdagangan, Menteri Keuangan, dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).
Sedangkan ketua tim kerja pelaksana adalah Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kemenko Marves. Wakil Ketua tim ini terdiri dari Direktur Jenderal (Dirjen) Minerba Kementerian ESDM; Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika Kemenperin; Dirjen Ketahanan, perwilayahan, dan akses industri internasional Kemenperin; Dirjen Perlindungan konsumen dan tertib niaga Kemendag; Dirjen Bea dan Cukai Kemenkeu; dan Deputi Bidang Promosi penanaman modal BKPM.
Sedangkan anggotanya terdiri dari pihak Kemenko Marves (10 perwakilan), Kementerian ESDM (10 perwakilan), Kemenperin (6 perwakilan), Kementerian perdagangan (3 perwakilan), Kemenkeu (4 perwakilan) dan BKPM (6 perwakilan).