a a a a a
logo
Short Landscape Advertisement Short ~blog/2022/2/1/pak prihadi
Bersama Kita Membangun Kemajuan Industri Smelter Nasional
News

Timah Pangkas 'Capex' Jadi Rp 1,5 Triliun

Timah Pangkas
JAKARTA, investor.id – PT Timah Tbk (TINS) melakukan penyesuaian belanja modal (capital expenditure/capex) tahun ini menjadi Rp 1,5 triliun dari rencana semula Rp 2,5 triliun. Perseroan juga memangkas biaya operasional (operational expenditure/opex) hingga 30% demi menjaga likuiditas arus kas selama pandemi.

Direktur Keuangan Timah Wibisono mengatakan, perseroan cenderung fokus mengeluarkan capex hanya untuk bisnis inti. Pihaknya mengaku pandemi membuat perseroan menunda sementara sejumlah proyek, semisal proyek smelter di Nigeria, Afrika. “Kalau ada dana lebih baik kita alokasikan untuk membayar outstanding pinjaman. Dan kami juga tidak mencari utang baru dari penerbitan obligasi,” jelas dia di Jakarta, Rabu (17/6).

Salah satu utang perseroan yang jatuh tempo tahun ini adalah utang obligasi dan sukuk senilai Rp 600 miliar. umlah ini terdiri dari obligasi penerbitan tahun 2017 I Seri A sebesar Rp 480 miliar dengan tingkat bunga 8,5% dan sukuk ijarah penerbitan tahun 2017 I Seri A senilai Rp120 miliar. Keduanya akan jatuh tempo 28 September 2020.

Wibisono menerangkan, perseroan akan menarik dana dari kas internal untuk melunasi utang tersebut. Sementara itu, upaya lainnya untuk mempertebal kas internal adalah berharap pada percepatan pembayaran kembali atau restitusi pajak Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari pemerintah.

Seperti diketahui, percepatan restitusi PPN adalah stimulus fiskal pemerintah melalui Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dalam mengatasi dampak penyebaran Covid-19. Pemerintah memberikan percepatan restitusi PPN selama enam bulan bagi para eksportir tanpa batasan.

“Nilai restitusi perseroan di laporan keuangan terakhir mencapai Rp 2 triliun. Kami sudah menerima pembayaran sekitar Rp 600 miliar, targetnya tahun ini kami bisa menerima Rp 1,5 triliun,” jelas dia.

Wibisono menegaskan, perseroan memangkas biaya operasi namun tidak memberhentikan karyawan. Penyesuaian anggaran ini juga sesuai dengan arahan dari Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Adapun manajemen Timah memutuskan tidak melakukan aksi pembelian kembali (buyback) saham selama periode 16 Maret-16 Juni 2020. Dalam pengumuman sebelumnya, perseroan menyiapkan dana Rp 100 miliar dan menunjuk PT Danareksa Sekuritas untuk menangani aksi buyback tersebut. Aksi ini semula dirancang dalam merespon kondisi pasar saham yang berfluktuasi secara signifikan.

“Namun, seiring dengan adanya pandemi Covid-19 yang berdampak langsung pada dunia usaha, sehingga fokus perseroan saat ini adalah tetap menjaga cash flow untuk bisa menjalankan pengembangan bisnis di tengah pandemi,” ujar dia.

Penjualan

Tahun ini, Timah menargetkan penjualan sebesar 55.000 metrik ton, atau turan dari realisasi penjualan 2019 sebesar 67.704 metrik ton. Menurut Wibisono, pihaknya berharap ada perbaikan pada tren harga timah.

Selain itu, faktor pembatasan operasi produksi di Amerika Selatan berpotensi membuat Amerika Serikat (AS) mencari timah dari negara lain, seperti Indonesia. Hal ini dinilai akan membuat harga timah mampu menguat. Saat ini, pangsa pasar Timah di pasar global mencapai 20%. Sementara produsen besar seperti Tiongkok cenderung menjual hasil produksi untuk kebutuhan negara itu sendiri.

Sebagai informasi, perang dagang antara AS dan Tingkok yang mewarnai hampir separuh tahun 2019 menjadi salah satu faktor tertekannya harga timah di pasar dunia. Sepanjang 2019, harga rata‐rata logam timah dunia yang tercatat di London Metal Exchange (LME) terkoreksi menjadi US$18.569 per metrik ton atau sebesar 7% secara tahunan.

Timah berupaya untuk mengejar efisiensi biaya di semua lini produksi untuk menekan beban produksi dan beban usaha perusahaan. Beban bahan baku, misalnya, telah dicapai kesepakatan dengan pihak ketiga untuk kompensasi yang lebih ekonomis.

Sumber : Investor Daily