Uni Eropa Ancam Gugat RI ke WTO Soal Larangan Ekspor Nikel
Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Uni Eropa mengancam akan mengugat pemerintah Indonesia ke Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO) terkait larangan ekspor bijih nikel yang berlaku mulai 1 Januari 2020 mendatang. Rencananya, gugatan akan langsung dilayangkan bila Indonesia tidak memenuhi permintaan konsultasi dari Uni Eropa.
Duta Besar Indonesia untuk Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) di Swiss Hasan Kleib menjelaskan gugatan Komisi Uni Eropa terdiri dari beberapa poin. Pertama, terkait pembatasan ekspor untuk produk mineral, khususnya nikel, bijih, besi, dan kromium.
Pasalnya, larangan ekspor membuat negara-negara di kawasan Benua Biru akan kesulitan mendapatkan bahan baku industri stainless steel. Kedua, Uni Eropa juga akan menggugat Indonesia terkait kebijakan insentif fiskal karena hal itu hanya diberikan kepada perusahaan baru atau yang melakukan pembaruan pabrik.
Ketiga, komisi juga akan melayangkan keberatan soal kebijakan skema bebas pajak terhadap perusahaan yang memenuhi Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN). Poin-poin tersebut diklaim melanggar beberapa pasal di undang-undang mereka.
Lihat juga: Jokowi Yakin Hilirisasi Atasi Defisit Transaksi Berjalan "Kebijakan tersebut melanggar Pasal XI.1 GATT mengenai larangan pembatasan ekspor dan impor, Pasal 3.1 (b) Agreement on Subsidy and Countervailing Measures mengenai subsidi yang dilarang, dan Pasal X.1 GATT mengenai pelanggaran kewajiban transparansi peraturan," ucap Hasan dalam keterangan yang diterima CNNIndonesia.com, Rabu (27/11).
Kendati begitu, sambung Hasan, Uni Eropa sejatinya baru akan melayangkan gugatan ke WTO bila Indonesia tidak memenuhi permintaan konsultasi mereka. Permintaan konsultasi, katanya, sudah diajukan ke pemerintah Indonesia dan harus dibalas dalam kurun waktu 10 hari.
"Isinya bersedia atau tidak bersedia melakukan konsultasi. Apabila bersedia, konsultasi harus dilakukan dalam jangka waktu 30 hari sejak diterimanya surat tersebut atau waktu lain sesuai kesepakatan," jelasnya.
Selain itu, bila bersedia, maka kedua belah pihak perlu segera menyepakati tempat, waktu, dan format pelaksanaan konsultasi tersebut. Sementara bila Indonesia tidak bersedia untuk konsultasi, maka Uni Eropa berhak langsung meminta pembentukan panel sengketa di WTO.
Sebelumnya, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengumumkan larangan ekspor bijih mineral yang berlaku mulai 29 Oktober 2019. Namun, keputusan itu ditarik oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan.
Luhut kemudian mengumumkan bahwa larangan ekspor bijih mineral akan kembali seperti aturan awal, yaitu berlaku mulai 1 Januari 2020. Larangan ini dilakukan agar hasil produksi bijih mineral bisa diolah dan diberi nilai tambah di dalam negeri sebelum akhirnya diekspor ke luar negeri.