Vale Indonesia Masih Tertekan, Ke Depan Menjanjikan
Penurunan permintaan nikel di pasar global akan berimbas terhadap kinerja keuangan PT Vale Indonesia Tbk (INCO) sepanjang tahun ini. Penurunan tersebut bakal menyebabkan rata-rata harga jual komoditas itu lebih rendah tahun ini dibandingkan 2019.
Meski demikian, kalangan analis menyebutkan bahwa Vale Indonesia tetap menyimpan prospek positif dalam jangka panjang, karena didukung oleh tren kenaikan permintaan kendaraan listrik dan perbaikan ekonomi global. Peningkatan juga akan ditopang oleh besarnya cadangan nikel perseroan.
Analis Mirae Asset Sekuritas Andy Wibowo Gunawan mengungkapkan, produsen pertambangan logam dan nikel menghadapi tantangan berat tahun ini, karena dipengaruhi oleh perkiraan rendahnya permintaan global setelah dunia dilanda pandemi Covid-19.
Berdasarkan data, produksi industri baja Tiongkok turun signifikan ke level terendah pada Maret 2020, meskipun berangsur-angsur naik sejak April.
Produksi baja nirkarat Tiongkok turun menjadi 78 juta ton pada Februari dan mulai naik secara bertahap menjadi 85 juta ton pada Mei tahun ini. Namun, volume produksinya diperkirakan tetap di bawah realisasi tahun lalu.
“Setelah memfaktorkan pandemic Covid-19, kami memilih untuk memangkas turun asumsi harga jual nikel global menjadi US$ 14 ribu per ton tahun ini,” tulis Andy dalam risetnya, baru-baru ini.
Meski demikian, dalam jangka menengah dan panjang, permintaan nikel dunia tetap kuat yang didukung oleh pertumbuhan penjualan kendaraan listrik dunia. “Kami meyakini bahwa peningkatan penjualan sepeda motor elektrik di India, Vietnam, Indonesia, dan Filipina ke depan didukung oleh upaya pemerintah untuk menggenjot penjualan kendaraan listrik menjadi sentiment positif terhadap sektor ini ke depan,” jelas dia.
Ke depan, penjualan sepeda motor listrik diproyeksikan mencapai 8,6 juta pada 2025 atau dengan penetrasi mencapai 20%. Angka tersebut diharapkan meningkat menjadi 52 juta unit pada 2035 atau mencapai 90% dari total populasi sepeda motor listrik. Diperkirakan rata-rata pertumbuhan penjualan kendaraan listrik mencapai 20% per tahun untuk periode 2025-2035.
Terkait prospek Vale Indonesia di tengah pelemahan permintaan kel global tahun ini, Andy menegaskan bahwa itu tidak berimbas besar terhadap kinerja keuangan perseroan. Sebab, perseroan diprediksi tetap meraih pertumbuhan pendapatan dan lonjakan laba bersih tahun ini dibandingkan beberapa tahun sebelumnya.
Ekspektasi berlanjutnya pertumbuhan kinerja keuangan tahun ini juga didukung oleh posisi Vale Indonesia sebagai pemain nikel global terintegrasi yang menghasillkan bijih nikel (nickle ore) dengan tingkat rata-rata 1,79%, lebih tinggi dari pesaing globalnya sebesar 1,58%.
“Vale Indonesia tidak hanya memproduksi nikel premium, tetapi memproduksi kandungan nikel dalam matte paling tinggi mencapai 78%. Perseroan juga didukung oleh cadangan nikel paling besar dan menjadi satu-satunya produsen nikel di Indonesia,” ungkap Andy.
Selain itu, Vale Indonesia diuntungkan oleh penurunan harga jual minyak dunia. Diestimasi, rata-rata harga jual minyak dunia tahun ini lebih rendah dibandingkan pencapaian tahun lalu. Hal ini akan berdampak positif terhadap penurunan biaya produksi perseroan tahun ini. Hingga kuartal I-2020, pembelian minyak berkontribusi sebesar 17,7% terhadap beban produksi.
Berbagai faktor tersebut mendorong Mirae Asset Sekuritas untuk merevisi turun proyeksi rata-rata harga jual nikel Vale Indonesia dari US$ 16.500 per ton menjadi US$ 14.000 per ton tahun ini.
Sedangkan volume produksi dipertahankan sebanyak 73 ribu ton. Revisi turun target harga jual tersebut dipengaruhi oleh proyeksi penurunan permintaan akibat pelemahan ekonomi dunia.
Proyeksi penurunan rata-rata harga jual tersebut mendorong Mirae Asset Sekuritas merevisi turun target kinerja keuangan Vale Indonesia tahun ini. Proyeksi pendapatan tahun 2020 direvisi turun dari US$ 954 juta menjadi US$ 809 juta. Begitu juga dengan beban pokok penjualan direvisi turun dari US$ 623 juta menjadi US$ 744 juta.
Sedangkan target laba usaha perseroan direvisi dari US$ 210 juta menjadi US$ 186 juta, sehingga perkiraan laba bersih direvisi turun dari US$ 114 juta menjadi US$ 102 juta. Meskipun kinerja keuangan tersebut direvisi, perkiraan tahun ini masih lebih baik dibandingkan perolehan pendapatan dan laba bersih tahun lalu masing-masing US$ 782 juta dan US$ 57 juta.
Sebelumnya, analis Danareksa Sekuritas Stefanus Darmagiri mengungkapkan, pandemi Covid-19 yang melanda global akan berimbas terhadap penurunan permintaan nikel global. Penurunan tersebut sejalan dengan pelemahan ekonomi global yang berimbas terhadap penurunan permintaan baja nirkat.
“Kami memperkirakan penurunan harga jual nikel akan terjadi pada kuartal II dan III tahun ini dan diharapkan mulai pulih pada kuartal akhir tahun ini,” tulis dia dalam risetnya.
Terkait realisasi kinerja keuangan Vale Indonesia hingga kuartal I-2020, menurut dia, perolehan pendapatan tersebut di bawah ekspektasi Danareksa Sekuritas. Namun, raihan laba bersih perseroan telah melampaui harapan Danareksa Sekuritas. Pencapaian pendapatan tersebut setara dengan 22,2% dari target dan raihan laba bersih merefleksikan 34,9% dari target.
Stefanus memperkirakan volume produksi dan penjualan Vale Indonesia mencapai 72.044 ton tahun ini.
Sedangkan rata-rata harga jual diperkirakan turun menjai US$ 10.920 per ton. Hal ini diharapkan membuat pendapatan perseroan mencapai US$ 787 juta dan laba bersih US$ 83 juta sepanjang 2020.
Berbagai faktor tersebut mendorong Danareksa Sekuritas untuk mempertahankan rekomendasi beli saham INCO dengan target harga Rp 3.400.
Target harga tersebut telah mempertimbangkan berlanjutnya efisiensi perusahaan dan ekspektasi lonjakan kinerja keuangan ke depan didukung oleh proyek Pomalaa dan Bahodopi.