Valuasi Saham Vale Menunggu Sikap Pemerintah
JAKARTA - PT Vale Indonesia Tbk menanti jawaban pemerintah terkait pelepasan 20% saham melalui skema divestasi. Sikap pemerintah itu berkolerasi dengan perhitungan nilai saham yang nanti ditawarkan. Pasalnya dalam Kontrak Karya (KK) yang dipegang Vale memuat dua mekanisme perhitungan saham yakni harga pasar yang wajar (fair market value) dan replacement cost.
Presiden Direktur Vale Nico Kanter mengatakan KK yang diamendemen pada 2014 silam itu memuat ketentuan mengenai divestasi. Termasuk mekanisme perhitungan saham yang dilepas.
“Jadi untuk valuasi kami menunggu sikap pemerintah,” kata Nico di Jakarta, Kamis (7/2).
Nico membeberkan valuasi saham menggunakan skema fair market value bila 20% saham dibeli oleh badan usaha milik negara (BUMN). Sementara perhitungan dengan skema replacement cost digunakan bila saham divestasi dibeli oleh pemerintah. “Harus ada pihak yang ditunjuk baru valuasi,” jelasnya.
Berdasarkan catatan Investor Daily, perhitungan market value dan replacement cost memiliki pola berbeda. Harga pasar yang wajar tidak memperhitungkan cadangan mineral atau batubara kecuali yang dapat ditambang selama jangka waktu konsesi tambang.
Sementara replacement cost merupakan biaya penggantian atas kumulatif investasi yang dikeluarkan sejak tahap eksplorasi sampai dengan tahun kewajiban divestasi. Kewajiban divestasi 40% saham itu berdasarkan kesepakatan dalam amandemem KK di 2014.
Kesepakatan divestasi merujuk pada Peraturan Pemerintah No. 77 Tahun 2014 sebagai perubahan ketiga PP No. 23 Tahun 2010. Disebutkan dalam beleid itu divestasi harus dilakukan paling lambat pada 14 Oktober 2019 atau 5 tahun setelah terbitnya PP 77.
Besaran divestasi 40% itu lantaran dalam PP 77 memuat tiga kategori besaran divestasi merujuk pada kegiatan pertambangan. Vale termasuk dalam kategori kedua yakni kegiatan pertambangan dan pengolahan pemurnian. Dalam amandemen KK pun disepakati Vale wajib melepas 20% saham lagi lantaran sudah 20% saham Vale yang telah tercatat di bursa efek dan telah diakui sebagai saham divestasi.
Dalam PP 77 pun mengatur penawaran divestasi dilakukan secara berjenjang mulai dari pemerintah pusat hingga badan usaha swasta nasional. Bila pemerintah pusat tidak berminat maka ditawarkan ke pemerintah daerah. Jika pemda tidak berminat maka ditawarkan ke BUMN/ BUMD. Bila tak juga ada yang berminat maka ditawarkan ke badan usaha swasta nasional.
Secara terpisah, Direktur Jenderal Mineral dan Batu bara Kementerian ESDM Bambang Gatot menerangkan jatuh tempo divestasi Vale masih pada Oktober mendatang. Artiannya pemerintah memiliki waktu panjang untuk menjawab penawaran Vale. “Kalau belum jatuh tempo kan saya belum bisa jawab,” ujarnya. (rap)