Jakarta - PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) membukukan produksi feronikel 24.868 ton nikel dalam feronikel (TNi) sepanjang tahun 2018. Produksi itu tercatat naik 14% dibanding tahun 2017 yang tercatat sebesar 21.135 TNi. Informasi tersebut disampaikan perseroan dalam siaran persnya di Jakarta, kemarin.
Kata Direktur Utama ANTM, Arie Prabowo Ariotedjo, peningkatan volume produksi dan penjualan feronikel sejalan dengan tercapainya stabilitas operasi produksi di Pomala dengan kapasitas produksi terpasang hingga 27.000 TNi.”Capaian ini terbesar sepanjang sejarah ANTM, sehingga menjadi landasan yang solid bagi perseroan melakukan ekspansi komoditas utama seperti nikel, emas dan bauksit,”ujarnya.
Selain itu, sambungnya, perseroan juga mencatatkan produksi bijih nikel sebesar 9,31 wet metric ton (wmt) atau naik 67% dibandingkan tahun 2017 sebesar 5,57 juta wmt. Sedangkan produksi bijih bauksit sebesar 1,1 juta wmt, naik 70% dibanding produksi tahun 2017 sebesar 648 ribu wmt. Sementara itu, produksi emas tercatat 62.790 troy once atau turun 1% dibanding produksi tahun 2017 sebesar 63.240 troy once.
Pada sisi penjualan, ANTM menjual feronikel 24.135 TNi atau naik 10% dibanding tahun 2017 yang sebesar 21.878 TNi, bijih nikel sebesar 6.294.178 wmt atau naik 114% dibanding tahun 2017 yang sebesar 2.935.666 wmt, emas 908.515 troy once atau naik 114% dari tahun 2017 yang tercatat sebesar 13.202 troy once dan bauksit sebesar 965.492 wmt atau naik 15% dari tahun 2017 yang tercatat sebesar 838.069 wmt.
Tahun ini, Antam mengangarkan belanja modal atau capital expenditure (capex) sebesar Rp3,4 triliun.“Capex Rp3,4 triliun untuk beberapa proyek smelter sebagian besar karena kalau yang di Tanjung Buli 13,5 ton itu. Selain itu, smelter untuk kegiatan rutin maintenance,”kata Arie Prabowo Ariotedjo.
Disampaikannya, mayoritas dana tersebut akan dialokasikan perseroan untuk proyek smelter perseroan dan belanja rutin yang dilakukan tiap tahun.Menurutnya, dana tersebut akan dianggarkan dari kas internal perusahaan yang masih sekitar Rp6 triliun. Namun, tidak menutup kemungkinan perseroan akan mencari dana dari eksternal.“Mungkin nanti untuk penyetoran akan cari dana financing untuk smelter grade alumina. Kebutuhan 850 juta dolar, kalau antam 30%, equity 30% kan 10% itu sekitar Rp1 triliun. Dananya dari kas atau perbankan," jelasnya.
Kuartal tiga 2018, Antam mencatat laba bersih sebesar Rp 631,12 miliar, atau tumbuh signifikan 290% dibandingkan periode yang sama 2017 yang merugi Rp 331,47 miliar. Naiknya penjualan menjadi pemicu lonjakan laba perusahaan tambang mineral pelat merah itu. Disebutkan, penjualan bersih Antam pada sembilan bulan pertama 2018 tercatat sebesar Rp 19,95 triliun, tumbuh 187% dibandingkan penjualan periode yang sama 2017 Rp 6,96 triliun.
Kemudian laba usaha hingga kuartal III-2018 mencapai Rp 1,93 triliun, atau tumbuh signifikan 732% dibandingkan perioe yang sama 2017 mencapai Rp 232,89 miliar.