Walau Tak Terpengaruh, PT BTR Ingin Relaksasi Ekspor Dicegah
Jakarta–Hilirisasi– Kekhawatiran pengelola dan investor smelter jika ekspor mineral mentah diberlakukan lagi, bahan baku akan menghilang di pasaran.
Herman Seran, dari PT Batutua Tembaga Raya (BTR), produsen lempengan tembaga mengungkapkan, umumnya investor smelter merisaukan ketersediaan bahan baku dalam negeri.
“Karena bahan baku merupakan aspek krusial bagi pabrik pengolahan dan pemurnian. Ketersediaan bahan baku yang mumpuni memungkinkan smelter bisa merancang blending, asupan bahan kimia dan tentu saja memaksimalkan aspek ekonomi pengolahan dan pemurnian,” ucapnya, di Jakarta, kemarin.
Untungnya kata dia, PT BTR telah memiliki kerja sama jual beli bijih tembaga dengan partner strategisnya PT Batutua Kharisma Permai (BKP).
Menurutnya, istilah Single source of ore memungkinkan PT BTR mengoptimalkan recovery tembaga dengan melakukan desain pengolahan dan pemurnian yang efektif, melalui metode heap leaching dan solvent extraction electrowinning (SX-EW) di Pulau Wetar (tempat penambangan tembaga mereka).
“Tanpa kepastian supply bahan mentah atau bijih yang diketahui karakter kimia dan fisikanya, akan sulit bagi kami mengembangkan projek pengolahan dan pemurnian yang layak secara teknis, ekonomis dan ramah lingkungan,” ujarnya.
Dampak yang paling terasa yang akan ditimbulkan oleh relaksasi ekspor mineral mentah ini menurut Herman adalah, terkurasanya persediaan cadangan dalam negeri. Dampaknya pada penurunan enabling factors untuk pengembangan industri pengolahan dan pemurnian domestik.
“Bisnis, selalu memegang prinsip cash now is better than cash later,” ucapnya lagi.
Karena menurutnya, para pemilik tambang akan berlomba-lomba melakukan ekspor bahan mentah untuk mendapatkan cash secara cepat. Dan tak dapat ditampik insentif untuk membangun pabrik pengolahan dan pemurnian semakin terkikis.
Perusahaanya, PT BTR menurut Herman, tidak secara langsung memiliki masalah dengan relaksasi ekspor raw material tersebut. Karena perusahanannya telah memiliki kontrak jual beli bijih (ore sale purchase agreement) dengan PT BKP.
Kontrak ini memberi hak ekslusif bagi PT BTR untuk mengolah bijih tembaga yang diproduksi dari konsesis Izin Usaha Pertambangan (IUP) OP PT BKP.
Perusahaan pengolahan seperti PT BTR kata herman, berharap tidak ada relaksasi penjualan bijih agar tidak mengurangi competitive advantage of investing in smelting and refinery di Indonesia. Jika memang pemerintah harus melakukannya, maka akan mendorong pemilik IUP OP untuk ekspor mineralnya dan ketika dibutuhkan untuk pengolahan dalam negeri kualitas dan kuantitas bijih yang dibutuhkan bisa jauh berkurang keekonomiannya.
Secara teknis, PT BTR berencana memproduksi 25 ribu – 28 ribu ton katoda tembaga murni (plat Tembaga) setiap tahun. Kemudian mereka juga kata Herman tidak memproduksi emas.
Ekspornya Selama ini sebagian besar ke negara-negara Asia seperti Taiwan, Thailand, Pakistan, Vietnam dan lainnya.
Karena pasar dalam negero belum terbentuk, hampir semua produk BTR diekspor ke luar.
“Penjualan dalam negeri belum begitu signifikan. Saat ini kita lagi berusaha untuk memperbesar penjualan domestik dengan mendekati beberapa pengguna lokal,”ucapnya.
Luas konsesi yang dimiliki partner mereka, PT BKP mencapai 2.773 ha. Tetapi yang terpakai untuk kegiatan produksi, perkantoran, jalan dan lainnya sekitar 135 – 140ha.
Hingga Per akhir triwulan tiga tahun ini perusahaan ini dan partnernya mempekerjakan sedikirnya 1.161 orang karyawan. Sebagian besar terpusat pada Projek Tembaga di Pulau Wetar, NTT.
Herman mengatakan, PT BTR kedepannya, juga ingin berkontribusi dalam pengembangan teknologi hilirisasi mineral Indonesia. Pihaknya kata dia, akan terus melakukan kajian laboratorium dan uji lapangan untuk mengembangkan teknologi pengolahan dan pemurnian yang ekonomis, baik untuk komoditas tembaga maupun komoditas lainnya. Karena itu, perusahaan kata dia sangat mengharapkan dukungan pemerintah bagi usaha penelitian dan pengembangan di sektor pertambangan. (BA)