Ada Perawatan Smelter di H1, Vale Genjot Produksi Nikel di H2
Jakarta, CNBC Indonesia - PT Vale Indonesia Tbk (INCO) menyampaikan produksi nikel di semester I tahun ini terkendala akibat adanya perawatan pabrik pengolahan (smelter) nikel, baik yang terencana dan tidak terencana.
Namun demikian, perusahaan berupaya mendorong produksi pada semester II tahun ini.
Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Keuangan Vale Indonesia Bernardus Irmanto dalam Public Expose Live 2021, Rabu (8/9/2021).
Seperti diketahui, produksi nikel dalam matte Vale pada semester I 2021 tercatat sebesar 30.246 ton, turun 17% dibandingkan periode yang sama pada 2020 sebesar 36.315 ton.
Pada triwulan I 2021 produksi nikel matte Vale tercatat sebesar 15.198 ton dan triwulan II 2021 sebesar 15.048 ton, masing-masing 1% dan 20% lebih rendah dibandingkan periode yang sama pada 2020.
"Terutama karena disebabkan pemeliharaan terencana yang dilakukan di pabrik pengolahan kami," ungkapnya.
Dengan adanya perawatan smelter, perusahaan menargetkan produksi nikel matte pada 2021 ini mencapai 64.000 ton, turun dibandingkan produksi pada 2020 yang sebesar 72.237 ton.
Lebih lanjut dia mengatakan, pihaknya telah menuntaskan pemeliharaan pada Juli, sehingga perusahaan bisa mengoptimalkan produksi pada paruh kedua tahun ini.
"Sampai Juli selesaikan pemeliharaan pertama, dan sisakan satu proyek besar. Perusahaan akan optimalkan produksi di paruh kedua 2021," tegasnya.
Seperti diketahui, pada semester I 2021 Vale membukukan laba bersih sebesar US$ 58,8 juta atau sekitar Rp 847 miliar (asumsi kurs Rp 14.400 per US$), naik 11% dibandingkan semester I 2020 yang tercatat sebesar US$ 53,1 juta.
Adapun pendapatan pada paruh pertama 2021 ini tercatat mencapai US$ 414,9 juta atau sekitar Rp 5,9 triliun, naik 15% dibandingkan semester I 2020 yang sebesar US$ 360,4 juta.
Meski produksi turun, ini juga terbantu oleh kenaikan harga rata-rata nikel, di mana pada semester I 2021 harga rata-rata nikel mencapai US$ 13.520 per ton, melonjak 37% dibandingkan harga rata-rata pada semester I 2020 yang sekitar US$ 9.846 per ton.
Sebagai informasi, Indonesia dilimpahi sejumlah sumber daya energi dan tambang, termasuk nikel. Bahkan, "harta karun" nikel Indonesia merupakan terbesar dibandingkan negara lainnya.
Indonesia memiliki cadangan nikel sebesar 72 juta ton Ni (nikel). Jumlah cadangan tersebut merupakan 52% dari total cadangan nikel dunia yang mencapai 139.419.000 ton Ni.
Data tersebut berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) 2020 dalam booklet bertajuk "Peluang Investasi Nikel Indonesia" yang merupakan hasil olahan data dari USGS Januari 2020 dan Badan Geologi 2019.