Jakarta, CNBC Indonesia - Saham emiten pertambangan nikel kembali melemah pada perdagangan sesi I Rabu (24/2/2021), setelah sebelumnya juga melemah pada perdagangan Selasa (23/2/2021) kemarin.
Investor asing masih cenderung melakukan aksi ambil untung (profit taking) pada perdagangan sesi I hari ini, di tengah masih hadirnya sentimen permintaan royalti 0% untuk sektor pertambangan nikel Indonesia.
Simak pergerakan harga saham emiten nikel pada perdagangan sesi I pukul 09:34 WIB hari ini.
Terpantau setidaknya ada 6 saham emiten pertambangan nikel pagi ini yang ditransaksikan di zona merah, bahkan ada yang sudah terkena level auto rejection bawah-nya (ARB) pada pagi hari ini.
Saham PT Harum Energy Tbk (HRUM) menjadi saham emiten nikel yang pelemahannya paling parah dan sudah terkena level ARB, yakni ambles 6,88% ke posisi Rp 6.425/unit.
Baca: Jorjoran! Harum Energy Caplok Lagi Smelter Nikel Hampir Rp1 T
Data perdagangan mencatat nilai transaksi saham HRUM pada perdagangan sesi pertama hari ini mencapai Rp 126,5 miliar dengan volume transaksi mencapai 19,5 juta lembar saham. Investor asing pun melepas saham HRUM di pasar reguler sebesar Rp 6,89 miliar.
Berikutnya di posisi kedua dan ketiga ada saham yang masuk kedalam holding Pertambangan Indonesia (Mining Industry Indonesia/MIND ID), yakni PT Vale Indonesia Tbk (INCO) dan PT Timah Tbk yang terbang 7,52% ke Rp 143/saham.
Saham INCO melemah 1,54% ke level Rp 6.375/unit pada perdagangan sesi I hari ini. Nilai transaksi saham INCO pun sudah mencapai Rp 23,1 miliar dengan volume transaksi mencapai 3,6 juta lembar saham. Asing juga melakukan jual bersih (net sell) di saham INCO melalui pasar reguler sebesar Rp 3,79 miliar.
Sedangkan untuk saham TINS terkoreksi 0,85% ke posisi Rp 2.340/unit pada pukul 09:34 WIB pagi hari ini. Adapun nilai transaksi saham TINS pagi ini mencapai Rp 63,8 miliar dengan volume transaksi mencapai 27,3 juta lembar saham.
Tak seperti saham HRUM dan INCO, investor asing malah melakukan beli bersih (net buy) di saham TINS melalui pasar reguler sebesar Rp 485 juta.
Untuk saham HRUM, perusahaan memang sedang melakukan ekspansi tahun ini. Harum memang bergerak di bisnis batu bara, tapi saat ini sudah masuk ke bisnis nikel dengan mengakuisisi perusahaan tambang nikel di awal tahun ini.
Baca: Harum Energy Targetkan Produksi Batu Bara Naik 30% di 2021
Perusahaan milik taipan Kiki Barki ini memperkuat ekspansi ke tambang nikel dengan membeli 51% saham PT Position milik Aquila Nickel Pte Ltd atau setara dengan 24.287 saham perusahaan. Aquila tercatat berbasis di Singapura.
Harga jual beli yang dilakukan oleh anak usahanya PT Tanito Harum Nickel itu diteken sebesar US$ 80.325.000 atau setara dengan Rp 1,12 triliun (kurs Rp 14.000/US$).
Pada Juni 2020, HRUM juga sudah melakukan transaksi pembelian saham perusahaan tambang nikel asal Australia, Nickel Mines Limited, sebesar AUD 34,26 juta atau setara Rp 369 miliar dengan kurs Rp 10.781 per AUD
Kabar terbaru, pada tanggal 19 Februari 2021, PT Tanito Harum Nickel, anak usaha HRUM, telah membeli 24,5% kepemilikan saham pada PT Infei Metal Industry (PT IMI) dengan harga beli US$ 68.600.000atau setara dengan Rp 960,4 miliar (kurs Rp 14.000/US$).
PT IMI adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang pemurnian nikel (smelter).
Mengacu pada keterbukaan informasi BEI, Senin (22/2/2021), tujuan anak usaha HRUM membeli saham PT IMI adalah untuk mengembangkan kegiatan usaha hilir pertambangan nikel milik perseroan ke tahap pengolahan guna meningkatkan nilai tambah produk nikel.
Terlepas dari ekspansi HRUM ke pertambangan nikel, pelemahan saham nikel kembali terjadi di tengah sentimen permintaan royalti 0% yang masih ditunggu oleh pelaku pasar hari ini.
Direktur Utama PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) atau Inalum (MIND ID) Orias Petrus Moedak pun mengusulkan agar nikel kadar rendah juga mendapatkan perlakuan yang sama dengan batu bara.
Upaya tersebut dilakukan dengan pengenaan royalti 0% bagi penambang yang melakukan hilirisasi, seperti proyek gasifikasi batu bara.
Insentif royalti 0% bagi penambang batu bara yang melakukan kegiatan hilirisasi ini dicantumkan dalam Undang-Undang tentang Cipta Kerja.
Orias mengatakan, saat ini pemerintah tengah mendorong hilirisasi nikel, salah satunya berupa pemanfaatan nikel kadar rendah untuk diolah menjadi bahan baku baterai kendaraan listrik. Artinya, pemanfaatan nikel kadar rendah akan semakin masif ke depannya.
Dengan adanya hilirisasi nikel untuk pengolahan bahan baku kendaraan listrik ini bisa menjadi katalis positif bagi emiten nikel tanah air.
"Kalau untuk batu bara kita sudah ada pajak iuran (royalti) 0%, karena sudah ada apakah ini akan berlaku pada nikel kadar rendah?" kata Orias dalam Webinar Sosialisasi Kebijakan Mineral dan Batubara Indonesia, Kamis (11/02/2021).
Orias mengatakan, saat ini pemerintah tengah mendorong hilirisasi nikel, salah satunya berupa pemanfaatan nikel kadar rendah untuk diolah menjadi bahan baku baterai kendaraan listrik. Artinya, pemanfaatan nikel kadar rendah akan semakin masif ke depannya.
Dengan adanya hilirisasi nikel untuk pengolahan bahan baku kendaraan listrik ini bisa menjadi katalis positif bagi emiten nikel tanah air.
"Kalau untuk batu bara kita sudah ada pajak iuran (royalti) 0%, karena sudah ada apakah ini akan berlaku pada nikel kadar rendah?" kata Orias dalam Webinar Sosialisasi Kebijakan Mineral dan Batubara Indonesia, Kamis (11/02/2021).