JAKARTA, investor.id - PT Vale Indonesia Tbk (INCO) mendapat berkah dari kenaikan harga komoditas nikel. Kenaikan tersebut berdampak pada pertumbuhan laba bersih, meskipun perseroan mencatatkan penurunan volume penjualan bersamaan dengan peningkatan biaya energi.
Analis BRI Danareksa Sekuritas Stefanus Darmagiri mengungkapkan, kenaikan harga jual nikel sebesar 37,3% menjadikan laba bersih Vale Indonesia bertumbuh 10,7% menjadi US$ 58,8 juta pada semester I-2021 dibandingkan periode sama tahun lalu US$ 53,1 juta.
Sedangkan kenaikan biaya energi menjadi tantangan perseroan.
“Kenaikan biaya energi, khususnya kenaikan harga pembelian bahan bakar minyak dan batu bara menjadikan beban pokok penjualan perseroan melonjak,” tulis Stefanus dalam risetnya. Kinerja kuangan Vale Indonesia Kinerja kuangan Vale Indonesia
Kinerja keuangan Vale Indonesia pada semester I-2021 juga dipengaruhi oleh penurunan volume produksi sebesar 16,7% menjadi 30.246 ton, yang memicu peningkatan beban pokok penjualan per ton, sehingga margin keuntungan mengalami penurunan pada paruh pertama tahun ini.
“Kinerja keuangan perseroan belum merefleksikan target yang kami tetapkan atau baru sebesar 44% dari target laba bersih perseroan sepanjang tahun ini,” jelas dia.
Meskipun volume produksi nikel perseroan hanya merefleksikan 47% dari target, BRI Danareksa Sekuritas tetap mempertahankan target volume produksi Vale Indonesia sebanyak 64 ribu ton tahun ini.
“Kami optimistis bahwa perseroan akan menggenjot volume produksi pada paruh kedua tahun ini. Aksi ini sejalan dengan kenaikan harga jual nikel dan sejumlah aksi tersebut diharapkan meningkatkan laba bersih perseroan menjadi US$ 134 juta pada tahun ini,” sebut
Stefanus Berbagai faktor tersebut mendorong BRI Danareksa Sekuritas untuk mempertahankan rekomendasi beli saham INCO dengan target harga Rp 6.300. Target harga tersebut mengimplikasikan perkiraan PE tahun ini sekitar 33,4 kali.
Adapun laba bersih Vale Indonesia tahun ini diperkirakan naik menjadi US$ 134 juta dibandingkan realisasi tahun lalu sebesar US$ 83 juta. Pendapatan perseroan juga diproyeksikan meningkat dari US$ 765 juta menjadi US$ 899 juta. Harga saham INCO dalam satu dekade terakhir Harga saham INCO dalam satu dekade terakhir
Sementara itu, analis Samuel Sekuritas Dessy Lapagu tetap mempertahankan volume penjualan Vale Indonesia mencapai 64.400 ton sepanjang tahun ini atau meningkat 23,6% dari realisasi tahun lalu. Volume penjualan diproyeksikan kembali meningkat menjadi 79.700 ton pada 2022.
“Kami juga memperkirakan kenaikan rata-rata harga jual nikel tahun 2021-2022 ke level US$ 18.200-18.800 per ton. Peningkatan harga tersebut didukung oleh sentimen baterai mobil listrik yang menjadi faktor pendongkrak permintaan nikel global,” tulis Dessy dalam risetnya.
Vale Indonesia juga memiliki katalis positif dari pembangunan smelter Bahodopi setelah ditandatanganinya perjanjian kerja sama pembentukan perusahaan patungan (joint venture/JV) bersama TISCO dan Shandong Xinhai Technology. JV tersebut akan membangun smelter nikel di Xinhai Industrial Park, Morowali, Sulawesi Tengah.
“Smelter tersebut ditargetkan memproduksi sebanyak73 ribu ton nikel per tahun. Dengan ekspektasi konstruksi36 bulan, perusahaan patungan tersebut diharapkan mulai berkontribusi terhadap kinerja keuangan perseroan pada 2024,” jelasnya.
Sebab itu, Samuel Sekuritas mempertahankan rekomendasi beli saham INCO dengan target harga direvisi naik dari Rp 6.400 menjadi Rp 6.700 Target harga tersebut mempertimbangkan proyeksi kenaikan laba bersih Vale Indonesia tahun ini menjadi US$ 134 juta dari US$ 83 juta. Begitu juga dengan perkiraan pendapatan diproyeksikan meningkat dari US$ 765 juta menjadi US$ 915 juta.
Editor : Gora Kunjana (gora_kunjana@investor.co.id)