Jakarta, CNBC Indonesia - MIND ID mengungkapkan pabrik pemurnian tembaga atau proyek smelter PT Freeport Indonesia tidak menguntungkan.
Pembangunan smelter Freeport yang dimaksud berlokasi di Gresik, Jawa Timur. Namun, semakin kuat untuk diarahkan pindah ke Weda Bay, Halmahera Tengah, Maluku Utara bersama Tsingshan Steel dari China.
Seperti diketahui, MIND ID merupakan induk holding BUMN pertambangan yang membawahi Freeport. Sampai saat ini, biaya yang sudah dikeluarkan oleh holding BUMN tambang untuk membangun smelter di Gresik mencapai US$ 300 juta atau setara Rp 4,2 triliun (kurs Rp 14.000/US$).
Berawal dari Anggota Komisi VII DPR RI Adian Napitupulu Fraksi PDIP menanyakan apakah membangun smelter menguntungkan bagi MIND ID? Pertanyaan itu muncul lantaran perkembangan pembangunan smelter sangat lambat.
"Sebenarnya nguntungin nggak sih bangun smelter itu buat mereka? [...] Jangan-jangan betul bahwa kita tidak membangun negara ini secara utuh dan komprehensif, smelternya dibangun, industri turunannya tidak. Mereka bangun smelter, ada produknya, kita bingung jualnya kemana."
"Jual ke luar untungnya sedikit dan sebagainya. Kalau memang tidak menguntungkan lalu kita paksa jangan-jangan kita sedang berusaha membunuh MIND ID-nya gitu lho," ujarnya dalam rapat kerja bersama Komisi VII DPR, Rabu (31/3/2021).
Menanggapi pertanyaan Adian, Direktur Utama MIND ID Orias Petrus Moedak secara terang-terangan mengatakan, membangun smelter dinilai akan merugikan jika industri hilirnya tidak dibangun.
Jika industri hilirnya dibangun maka keberadaan smelter tidak akan merugikan. Sebab, bahan mentah yang diolah di smelter akan diolah lagi di sektor hilir.
"Apakah ini akan rugi? Dari kita ya jelas rugi, tapi kan wajib bangun, ya kita bangun. [...] Jadi kalau secara negara itu menguntungkan kalau hilirnya jalan. Kalau hilirnya tidak jalan sangat disayangkan kita bangun, ada hasilnya toh diekspor juga, ya kan," ujar Orias dalam kesempatan yang sama.
"Itu kenapa kita yang mensubsidi buyer, bahasa terangnya begitu. Jadi kalau mau seluruh sampai hilir, ya kita untung kalau hasil dari smelter itu industrinya jalan juga," kata Orias melanjutkan.
Sementara itu, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin berpandangan, bahwa semangat dari diwajibkannya pembangunan smelter bagi Freeport dan badan usaha lain dalam undang-undang karena ada nilai tambah yang bisa dicapai.
"Kita bisa lihat kalau misalnya perusahaan tidak untung, berarti ada pihak lain yang untung dan kita harap itu negara," ujar Ridwan dalam rapat yang sama.
Menurut dia, secara global, pembangunan smelter ini untung. Namun, dia juga mengakui jika keuntungan perusahaan berkurang dengan adanya smelter. "Mereka tidak rugi, hanya saja keuntungan berkurang."
Jika ditarik ke belakang, pada tahun lalu Presiden Utama PTFI Tony Wenas juga pernah mengatakan, pembangunan proyek smelter tidak menguntungkan bagi perusahaan dan negara.
Alasannya karena nilai tambah dan harga jual dari konsentrat ke tembaga katoda hanya 5%. "Itu komitmen dari PTFI (untuk mendukung hilirisasi) walaupun pembangunan smelter tembaga bukan proyek menguntungkan," kata dia dalam media briefing PTFI 'Dari Timur untuk Indonesia Maju' secara virtual tahun lalu.