Dejavu! Saham Nikel Liar Lagi, Luhut Sebut Soal EV Battery
Jakarta, CNBC Indonesia - Saham emiten nikel cenderung bergerak menguat pada perdagangan pagi ini, Rabu (14/7/2021). Penguatan tersebut dibarengi dengan aksi beli bersih (net buy) oleh investor asing merespons pernyataan Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan soal realisasi investasi baterai listrik.
Berikut pergerakan saham nikel, pukul 10.29 WIB
Harum Energy (HRUM), saham +3,88%, ke Rp 5.350, net buy Rp 11,02 M
Vale Indonesia (INCO), +1,93%, ke Rp 5.275, net buy Rp 37,38 M
Timah (TINS), +1,59%, ke Rp 1.600, net buy Rp 5,93 M
Central Omega Resources (DKFT), +0,69%, ke Rp 145, net buy Rp 9,40 M
Aneka Tambang (ANTM), +0,39%, ke Rp 2.550, net buy Rp 14,30 juta
Pelat Timah Nusantara (NIKL), -0,90%, ke Rp 1.095, net sell Rp 870,50 ribu
Trinitan Metals and Minerals (PURE), -0,98%, ke Rp 101, net buy Rp -
Menurut data di atas, dari 7 saham emiten nikel yang diamati, 5 saham menguat, sementara 2 sisanya melorot.
Saham emiten milik taipan Kiki Barki, HRUM, menjadi yang paling menguat, yakni sebesar 3,88% ke Rp 5.350/saham. Asing memborong saham HRUM melesat Rp 11,02 miliar, membuat saham HRUM berada di posisi keempat saham dengan nilai net buy tertinggi. Dalam sepekan saham HRUM naik 2,88%, sementara dalam sebulan terapresiasi 2,39%.
Baca: Luhut: RI Bakal Terima Investasi Rp 864 T
Kabar terbaru, pihak Harum Energy mengatakan telah melakukan investasi sebesar US$ 149 juta (Rp 2,16 triliun, kurs Rp 14.500/US$) dalam rangka diversifikasi bisnis pertambangan nikel.
Keterangan ini disebutkan oleh manajemen HRUM dari laporan pelaksanaan paparan publik (public expose) yang sudah dilaksanakan Selasa, 8 Juni 2021.
Manajemen HRUM mengatakan investasi US$ 149 juta tersebut terbagi menjadi US$ 80 juta (Rp 1,16 triliun) untuk akuisisi PT Position dan US$ 69 juta (Rp 1 triliun) untuk akuisisi saham PT Infei Metal Industry (smelter nikel).
Selain kedua perusahaan dalam negeri tersebut terdapat pula akuisisi tambahan melalui pembelian saham di perusahaan produsen Nickel Pig Iron (NPI) asal Australia, Nickel Mines Limited, sebesar AU$ 45 juta atau setara Rp 472,50 miliar (kurs 10.500).
Di posisi kedua, saham INCO juga menguat 1,93% ke Rp 5.275/saham, setelah terkoreksi 0,48% pada perdagangan kemarin. Dalam seminggu ini saham INCO terkerek 6,57%, sementara dalam sebulan melonjak 13,39%.
Baca: Investasi Rp 2 T, Kapan Smelter Nikel Harum Energy Kelar?
Investor asing memborong saham INCO dengan nilai beli bersih Rp 37,38 miliar, menjadikan saham ini sebagai saham yang paling banyak diborong asing di bursa saat ini.
Kabar teranyar, INCO menggandeng dua korporasi asal China untuk membangun proyek smelter feronikel di Bahodopi, Sulawesi Tengah.
Dua perusahaan yang menjadi mitra tersebut ialah Taiyuan Iron & Steel (Grup) Co., Ltd (TISCO) dan Shandong Xinhai Technology Co., Ltd (Xinhai),
Perseroan bersama TISCO dan Xinhai telah menandatangani dokumen perjanjian kerangka kerjasama proyek untuk fasilitas pengolahan nikel Bahodopi.
Sekadar informasi, Vale Indonesia saat ini memang fokus membangun tiga smelter dengan nilai investasi senilai US$ 5 miliar atau sekitar Rp 72 triliun dengan asumsi kurs Rp 14.400 per US$.
Tiga proyek smelter nikel tersebut antara lain smelter High Pressure Acid Leaching (HPAL) di Pomalaa, Sulawesi Tenggara, smelter feronikel di Bahodopi, Sulawesi Tengah, dan proyek ekspansi smelter yang telah ada di Sorowako, Sulawesi Selatan.
Di posisi ketiga ada saham emiten pelat merah, TINS, yang menguat 1,59%, setelah kemarin ditutup stagnan. Dalam sepekan saham TINS naik 3,91%, sementara dalam sebulan menanjak 4,93%.
Adapun harga komoditas nikel dengan kontrak pembelian 3 bulan di London Metal Exchange (LME) dalam sepekan naik 1,26% menjadi US$ 18.784/ton. Sementara dalam sebulan menguat 2,60%.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan Indonesia diperkirakan menerima investasi hingga US$ 60 miliar atau sekitar Rp 864 triliun (asumsi kurs Rp 14.400 per US$) hingga enam tahun ke depan. Investasi tersebut berasal dari rencana kerja sama dengan berbagai perusahaan asal China, Australia, Korea Selatan, dan lainnya.
Dari perkiraan investasi tersebut, sebesar US$ 31 miliar atau sekitar Rp 446,4 triliun sudah dilakukan tanda tangan komitmen kerja sama.
"Total enam tahun ke depan 60 miliar dolar, sudah tanda tangan 31 miliar dolar dan ini kerja sama dengan macam-macam perusahaan, ada Tiongkok, Australia dan ada macam-macam," tutur Luhut dalam CNBC Indonesia Economic Update: Kebangkitan Ekonomi Indonesia, Selasa (13/07/2021).
Dia memaparkan, investasi tersebut antara lain berasal dari perusahaan asal Korea Selatan, Hyundai yang juga menggandeng LG untuk membangun pabrik baterai lithium hingga mobil listrik di Indonesia dengan nilai investasi mencapai US$ 10,3 miliar.
Selain itu, salah satu pabrik komponen baterai berupa smelter nikel dengan teknologi High Pressure Acid Leaching (HPAL) senilai US$ 3,7 miliar di Pulau Obi, Halmahera Selatan Maluku Utara.
"Investasi besar ada di Indonesia Timur. Ini membantu kita, misalnya HPAL lithium battery, saya tinjau 2 minggu lalu, sebelum diperintahkan Presiden urus ini, mereka sudah satu (pabrik) produksi dan satu lagi sedang under construction," tuturnya.
Seperti diketahui, smelter HPAL tersebut dioperasikan PT Halmahera Persada Lygend (HPL), anak usaha Harita Group. Luhut mengatakan, produk dari smelter HPAL ini bisa mendukung program pemerintah membangun pabrik baterai untuk kendaraan listrik. Pengolahan bijih nikel di smelter HPAL ini berbasis teknologi hidrometalurgi.
Di Indonesia sendiri, pemerintah menargetkan dapat memproduksi 600 ribu unit mobil listrik dan 2,45 juta unit motor listrik pada 2030. Peningkatan permintaan kendaraan listrik dapat menaikkan permintaan baterai, terutama jenis NCM (nickel-cobalt-mangan).
Sebelumnya, Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengatakan bahwa ground breaking (peletakan batu pertama) pabrik baterai listrik (EV battery) milik PT Industri Baterai Indonesia atau Indonesia Battery Corporation (IBC) akan dilakukan pada Juli 2021.
Dia menyebut, pabrik hasil konsorsium dengan perusahaan asal Korea Selatan, LG Chem dan asal China, Contemporary Amperex Technology (CATL) ini menjadi investasi terbesar di RI setelah masa reformasi.
"LG ini sudah mulai groundbreaking bulan Juli, paling lambat Agustus awal kita sudah kita bangun, ini bukan cerita dongeng, ini sudah kita lakukan," kata Bahlil dalam Rakornas HIPMI, Sabtu (19/6).
Pabrik ini akan dibangun di Kota Deltamas, Jawa Barat. Pada pembangunan tahap pertama ini akan memiliki kapasitas produksi 10 Giga Watt hour (GWh) dengan offtaker dari Hyundai.