a a a a a
logo
Short Landscape Advertisement Short ~blog/2022/2/1/pak prihadi
Bersama Kita Membangun Kemajuan Industri Smelter Nasional
News

Ekspor Nikel di Bawah Kadar 30% Akan Dilarang? Ini Kata ESDM

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah terus mendorong hilirisasi nikel, sehingga ke depannya ada wacana bahwa yang akan diizinkan untuk diekspor yaitu nikel yang memiliki kandungan logam nikel di atas 70%.

Hal tersebut sempat diungkapkan Menteri Investasi/ Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia.

Seperti diketahui, sejak 2019 pemerintah telah melarang ekspor bijih nikel, sehingga nikel yang sudah melalui proses pengolahan dan pemurnian lah yang bisa diekspor, seperti Nickel Pig Iron (NPI), feronikel, maupun nickel matte.

Lantas, apa artinya ke depannya Indonesia tak akan mengizinkan ekspor feronikel dan NPI yang kadar logam nikel masih jauh di bawah 70%?

Dalam bahan paparan Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin di Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR RI, Selasa (28/09/2021) disebutkan, mengenai wacana pelarangan ekspor ini, sebaiknya ini ditujukan untuk proyek smelter baru.

Dengan demikian, sebaiknya pemerintah melakukan moratorium pada pembangunan smelter baru.

"Terkait wacana pelarangan ekspor nikel <30%, jika ingin melakukan konservasi cadangan bijih nikel, sebaiknya kita melakukan moratorium bagi pembangunan smelter yang baru," seperti dikutip dari bahan paparan Dirjen Minerba Kementerian ESDM di Komisi VII DPR RI, Selasa (28/09/2021).

Moratorium ini disebut tidak berlaku bagi smelter yang sudah terlanjur dibangun, atau sedang dalam proses pembangunan smelter.

"Kecuali yang sudah terlanjur dibangun atau sedang dibangun," lanjutnya.

Sebelumnya, Bahlil menyampaikan produk nikel yang diekspor harus memiliki kandungan nikel minimal 70%. Menurutnya jika ekspor nikel dengan kandungan 30%-40% terus diizinkan, akan menyebabkan cadangan nikel Indonesia akan semakin terkuras habis.

"Ke depan kami baru menyusun, kami berpikir ke depan bahwa bahan baku nikel gak boleh lagi ekspor barang yang kandungannya 30%-40%, kalau gitu cadangan kita habis, paling jelek di 70%," ungkapnya.

Menurutnya, kalau perusahaan melakukan ekspor dengan produk yang kandungan logam nikelnya 30-40%, maka pihaknya tidak menutup kemungkinan akan mengenakan bea ekspor.

"Kalau mau ekspor hilirisasi (kandungan nikel) 30%-40%, tidak menutup kemungkinan kita pertimbangkan mengenakan pajak ini, dalam rangka bagaimana buat satu design besar agar mata rantai ekosistem dari hilirisasi bisa manfaatkan nilai tambahnya," ungkapnya.

Lebih lanjut dia mengatakan, bijih nikel (nickel ore) RI memang kini tidak lagi diekspor karena harus ada hilirisasi terlebih dahulu. Meski saat ini ada sebagian yang masih diekspor dengan kandungan logam nikel 40%, namun pihaknya mengaku akan belajar dari pengalaman, dan akan memperbaikinya.

"Menyangkut dengan kandungan (nikel) 70% itu untuk ekspor, supaya apa, kita Indonesia punya nilai tambah, saya kan mantan pengusaha jadi rasa iri dengan negara lain ada, konteks positif ya," tuturnya.

Jika mendengar negara lain punya cadangan sumber daya alam yang tidak dimiliki dunia, menurutnya ini harus dimanfaatkan dengan benar sampai turunannya supaya punya nilai tambah lebih besar.

"Kita harus berikan pada negara lain dalam bentuk produk yang punya nilai tambah," tegasnya.
Baca: Demi Ribuan Triliun, Grand Strategi Harta Karun Ini Disiapkan

Berikut kandungan tiap-tiap jenis nikel:

1. Nickel Matte (Ni Mate) kadar ≥ 70%
2. Feronikel (FeNi) kadar Ni ≥ 8%
3. Nickel Pig Iron (NPI) kadar 2% ≤ Ni < 4% dan kadar Fe ≥75%
4. Nickel Pig Iron (NPI) kadar Ni ≥ 4%
5. Logam Ni ≥ 93%
6. NiO kadar Ni ≥ 70%.