KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah emiten nikel berupaya menjaga tingkatan produksi di tengah prospek cerah komoditas tersebut tahun ini.
PT Vale Indonesia Tbk (INCO) memproyeksikan tingkatan produksi tahun ini berada pada kisaran di bawah 70.000 ton. Sejatinya perkiraan volume produksi ini lebih rendah ketimbang realisasi tahun lalu yang mencapai 72.237 metrik ton nikel dalam matte. Realisasi ini naik 2% dibandingkan capaian pada 2019 yakni 71.025 ton.
Kendati demikian, proyeksi ini mempertimbangkan pelaksanaan proyek pembangunan ulang tungku (rebuild furnace) 4 yang diagendakan tahun ini.
Jumlah ini pun dinilai masih berada pada level yang diharapkan oleh Vale Indonesia.
Chief Financial Officer Vale Indonesia Bernardus Irmanto bilang, belanja modal tahu ini direncanakan berada pada kisaran US$ 130 juta hingga US$ 140 juta.
"Sebagian besar untuk peremajaan furnace 4, peremajaan kendaraan berat tambang dan pembangunan infrastruktur tambang untuk mendukung rencana penambangan di tahun berikutnya," jelas Bernardus kepada Kontan.co.id, Minggu (7/2).
Baca Juga: Rencana Tesla bangun pabrik powerbank bakal bentuk ekosistem mobil listrik Indonesia
Sayangnya, Bernardus belum bisa membeberkan target top line dan bottom line yang ditetapkan untuk tahun ini.
Kontan.co.id mencatat, Vale Indonesia menyerap sekitar US$120 juta untuk belanja modal, seperti yang sudah direncanakan.
“Kami optimistis, paling tidak sampai dengan kuartal keempat, harga nikel akan masih berada di level saat ini. Beberapa analis juga menyatakan hal yang sama,” pungkas Bernardus.
Dalam pemberitaan sebelumnya, PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) berupaya mempertahankan capaian kinerja produksi dan penjualan semua komoditas inti pada tahun ini.
Adapun, mayoritas volume penjualan PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) mengalami penurunan sepanjang 2020. Berdasarkan laporan resminya, sejumlah komoditas seperti emas, perak, hingga feronikel mengalami penurunan secara volume.
Feronikel misalnya, ANTM menjual 26.163 ton nikel dalam feronikel (TNi) sepanjang 2020, yang menurun tipis 0,18% dari tahun sebelumnya yang sebesar 26.212 TNi.
Namun, ANTM mencatatkan volume (unaudited) feronikel sebesar 25.970 TNi yang merupakan capaian produksi tertinggi sepanjang sejarah Perseroan. Realisasi ini naik 0,9% dari capaian produksi feronikel tahun sebelumnya sebesar 25.713 TNi.
Adapun sepanjang 2020, volume produksi bijih nikel (unaudited) yang digunakan sebagai bahan baku feronikel ANTM dan pelanggan domestik tercatat sebesar 4,76 juta wmt, menurun 45,2% dari tahun sebelumnya yakni 8,69 juta wmt.
Di sisi lain, penjualan bijih nikel sepanjang 2020 sebesar 3.29 juta wmt atau turun 56,39% dari realisasi tahun 2019 yang mencapai 7.55 juta wmt.
Baca Juga: Pemerintah kembali tegaskan ekspor mineral mentah akan ditutup tahun 2023
SVP Corporate Secretary Aneka Tambang Kunto Hendrapawoko mengatakan, ANTM tidak lagi menjual bijih nikel ke pasar ekspor sepanjang 2020. Hal ini sejalan dengan kebijakan Pemerintah untuk menangguhkan izin penjualan ekspor bijih nikel pada awal tahun 2020.
Kunto mengatakan, penjualan bijih nikel ANTM pada tahun 2020 sepenuhnya diserap oleh pelanggan di pasar domestik.
“Oleh karena itu, tingkat produksi bijih nikel ANTM menyesuaikan tingkat kebutuhan penjualan serta tingkat penyerapan bijih nikel untuk keperluan pabrik feronikel milik ANTM,” terang Kunto kepada Kontan.co.id, Selasa (2/2).
Kunto menyebut, ANTM juga akan terus berfokus pada ekspansi pengolahan mineral bersifat hilir, perluasan basis cadangan dan sumber daya, hingga menjalin kemitraan untuk mengembangkan produksi mineral olahan baru dari cadangan yang ada.