Faisal Basri Bicara soal Kritikannya hingga Disebut Anti Investasi China
Jakarta - Nama Faisal Basri beberapa waktu terakhir ini selalu muncul dalam berita-berita yang menarik perhatian banyak orang. Kritiknya yang tajam dan berani terhadap proyek-proyek besar pemerintah jadi alasannya.
Ekonom Senior ini beberapa waktu yang lalu sempat melontarkan kritik terkait proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung. Dia bilang 'sampai kiamat pun tak balik modal'.
Dia juga sempat bilang ada kebocoran ekspor bijih nikel sebesar Rp 2,8 triliun ke China.
Tak hanya itu, dia juga sempat menyinggung Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan memintanya selektif dalam memberikan anggaran untuk proyek Ibu Kota Negara (IKN), Food Estate atau Lumbung Pangan, hingga Kereta Cepat Jakarta-Bandung. Menurutnya itu proyek yang tidak perlu.
Kritikan pedas itu menimbulkan pandangan di publik bahwa Faisal Basri masuk dalam golongan anti investasi China. Sebab dia juga pernah bicara mengenai TKA China di pabrik pemurnian (smelter) milik China yang ada di Indonesia.
Kepada detikcom, Faisal Basri menjawab tudingan itu. Dia juga mengupas lebih jauh kritikannya terhadap sederet proyek penting pemerintah, mulai dari Kereta Cepat Jakarta-Bandung, Food Estate hingga proyek mercusuar Ibu Kota Negara (IKN).
Dia juga bicara pandangan pribadinya terhadap sosok Presiden Joko Widodo. Berikut wawancara lengkapnya:
Pak Faisal belakangan ini vokal melakukan kritik terhadap beberapa proyek, hingga muncul tanggalan Anda anti investasi China, apakah itu benar? Saya sama sekali tidak anti investasi China, sama sekali tidak, bahkan saya yang menyampaikan menjelang pemilu bahwa investasi china di Indonesia itu tidak seberapa, investasi China itu hanya nomor 22, sebagai penerima investasi asing china di seluruh dunia, walaupun naik dari urutan 44 atau 46 menjadi ke 22, jadi kita kalah dengan Malaysia, Singapura, Thailand untuk meraup investasi dari China. Itu saya sampaikan, jadi tidak benar kalau kita dikuasai oleh china, sampai sekarang pun kita tidak dikuasai oleh China. Pinjaman dari China pun tidak besar, pinjaman terbesar adalah dari Singapura, jadi kita tidak dibeli oleh China.
Tapi kita harus mengatakan, bahwa investasi China itu memang agak unik karena dia banyak bawa tenaga kerja. Saya bandingkan berapa uang yang dibawa, berapa pekerja yang dibawa, nah keluar koefisien, china itu koefisiennya 3,4. Jadi kasarnya untuk 1 juta dolar yang masuk ke Indonesia dia bawa 3,4 orang. Nah kalau Singapura bahwa 0,1 orang, kan jauh sekali. terbesar kedua adalah kore 1,6, tapi China jauh 3,4. Jadi kita harus waspadai memang, jangan kita gampang mengiyakan apa keinginan China, itulah gunanya negosiasi. Karena ada konsekuensi geopolitik konsekuensi geostrategis, geosecurity dan sebagainya
Kedua, keberatan saya adalah kalau kita obral kepada China sebagaimana terjadi pada kasus smelter nikel, di Morowali, di Bantaeng, di Halmahera, di Konawe, itu kan China semua. Coba bayangkan kalau pengusaha China punya smelter di China itu beli bijih nikelnya US$ 80 per ton, tapi kalau pengusaha china yang punya smelter di Indonesia beli bijih nikelnya US$ 20 per ton, kan bodoh kita. Jangan diobral begitu.
Sudah itu mereka bebas bawa pekerjanya bukan yang ahli, kalau ahli kita nggak keberatan, tapi kalau bawa tukang kebun, yes tukang kebun, saya datanya ada semua. Insya Allah saya bicara dengan data selalu. Kemudian satpam, lantas juru masak. Ya boleh 1-2 orang juru masak, tapi jangan semua dong. Pengemudi forklift, dumptruck, itu pernah melindas pegawai dulu meninggal, heboh, kan jadi sensitif. Justru kita ingin meredam yang sensitif itu. Jadi tidak benar kalau mereka bawa tenaga ahli semua, tidak. Dan di tengah pandemi pun masuk terus, bulan Juli 685, Juni seribuan, total masuk semasa pandemi aja masuk puluhan ribu. Baca juga: Tak Anti Investasi China Tapi Jangan Obral Fasilitas
Oleh karena itu saya menyanggah apa yang dikatakan pak Luhut katanya hanya 3.500 orang, tidak benar, puluhan ribu. Saya tidak mengatakan 6 juta orang, apalagi 60 juta orang, di media sosial kan seperti itu. Mereka datangnya dari Sam Ratulangi, tidak semua dari Jakarta. Kan di jakarta ramai terus, karena yang mengamati banyak, kalau di Sam Ratulangi senyap beritanya.
Mereka datang ada yang resmi dengan status bekerja, tapi sebagian besar datang dengan status kunjungan. Dan itu diakui sendiri oleh Pak Luhut Pandjaitan, kok dikasih status kunjungan. Lantas diumbar fasilitas buat mereka itu. Bebas bayar pajak keuntungan perusahaan 20 tahun.
Kemudian, jadi bijih nikel ini kan diolah di smelter itu menjadi antara lain nickel pig iron yang tingkat pengolahannya 10-15%. Kemudian feronikel kira-kira 25% pengolahannya. Selevel itu saja hampir 100% diekspor ke China. Jadi tidak benar bahwa smelter china itu mendukung industrialisasi di Indonesia, yang betul smelter China mendukung industrialisasi di China. Masa kita diam saja, harusnya itu sudah dipansus-kan di DPR, karena merugikan ratusan triliun rupiah dalam 5 tahun ini. Setidaknya Rp 200 triliun dalam 5 tahun ini, coba bayangkan. Dan sampai sekarang tidak ada lembaga pemerintah yang menyanggah ucapan saya itu. Mereka malu, mereka pun tahu tapi mereka tidak berdaya. Nah pasti ada kekuatan yang besar sekali di balik itu yang membacking. Saya mengatakan juga mereka tidak perlu PR, karena PR-nya Pak Luhut dan kantornya sendiri.
Kabarnya tenaga kerja diambil dari China karena keuletan dan ketekunan mereka dalam bekerja? Loh pekerja kita di luar negeri juga gigih sekali, luar biasa. Jadi janganlah merendahkan bangsa sendiri. Ini kan mentalitas budak kalau begini. Kita tidak ingin perbudakan modern ada di negeri ini. Ini ada lembaga pemerintah bekerjasama dnegan China juga, ada MIND ID yang merupakan holding BUMN tambang itu bekerja sama dengan Pertamina dan PLN mengembangkan proyek baterai nasional, itu kerjasamanya dengan perusahaan China yang jempolan. Jadi saya tidak anti China, saya mendukung, orang baik bekerja sama dengan orang baik. Nah China yang ada sekarang itu bisa dikatakan harus di-tanda tanya. Alhamdulillah kasus ini ditindaklanjuti oleh lembaga-lembaga pemerintah yang berkepentingan untuk menegakkan kedaulatan di Indonesia. Saya tidak boleh menyebut lembaganya apa, tapi saya sudah berdiskusi, datang ke lembaga itu, data mereka sudah memadai, bahkan mereka memberikan informasi yang luar biasa kepada saya yang saya tidak mungkin dapat keculai dari mereka.
Pak Luhut disebut selalu hadir sebagai pembela kritik terhadap investasi China, dia juga sempat mengajak debat untuk para pengkritik, apakah Pak Faisal pernah diajak berdiskusi dengan Pak Luhut? Harusnya hari Sabtu sore akhir bulan ini saya berjumpa dengan Pak Luhut. Namun kita tahu semua dan saya memaklumi, Pak Luhut harus mendampingi Pak Jokowi dalam kunjungan penting G20, Indonesia akan menjadi tuan rumah sehingga ada semacam serah terima dari Italia. Kemudian ada COP26 di Glasgow, lantas memfollow up rencana investasi dari Uni Emirate Arab, akhirnya di-reschedule, saya terima untuk berjumpa. Karena saya tidak punya agenda, tidak punya partai politik, organisasi, tidak ada.
Pak Faisal sempat bilang Kereta Api Cepat Jakarta-Bandung itu tidak akan untung sampai kiamat, namun pemerintah sudah menepis dan mengklaim ada hitungan dalam 40 tahun bisa balik modal, apakah itu masuk akal?
Kalau hitungan saya terakhir yang rada realistis 133 tahun, makanya saya katakan kiamat, saya tidak tahu kapan kiamat, tapi artinya sedemikian lamanya. Kalau 40 tahun tidak make sense, saya sudah bicara dengan orang yang lebih kompeten dari pada Arya Sinulingga, saya tidak usah sebut namanya, orang yang ikut bertanggung jawab untuk mengembangkan ini. Arya Sinulingga ini kan ndak jelas, ini tim sukses Erick Thohir jadi Presiden atau apa, jadi jangan terlalu dipercaya lah. Namun saya bersedia dipertemukan dalam forum diskusi, namun yang bersangkutan menurut sang pengundang itu membatalkan.
Baca artikel detikfinance, "Faisal Basri Bicara soal Kritikannya hingga Disebut Anti Investasi China" selengkapnya https://finance.detik.com/wawancara-khusus/d-5791240/faisal-basri-bicara-soal-kritikannya-hingga-disebut-anti-investasi-china.
Download Apps Detikcom Sekarang https://apps.detik.com/detik/