Indonesia akan Memiliki Pabrik Baterai Mobil Listrik Sendiri di Juli 2021
Dalam menurunkan emisi gas buang dan bahan bakar fosil, pabrikan otomotif terus mengembangkan mobil seperti hybrid, plug-in hybrid, listrik murni, dan energi terbarukan lainnya menjadi model yang terus di upgrade.
Keberadaan kendaraan listrik kini sedang berkembang pesat, baik di Indonesia maupun di luar negeri di antara berbagai jenis kendaraan ramah lingkungan, mobil listrik menjadi yang paling dipercaya mengeluarkan emisi rendah atau bahkan tidak ada sama sekali.
Sementara kendaraan konvensional masih menggunakan bahan bakar minyak, kendaraan listrik tidak perlu sama sekali karena menggunakan baterai sebagai salah satu hal yang penting.
Salah satu komponen pada industri mobil listrik yang terus digenjot di Indonesia adalah baterai. Beragam langkah dilakukan agar baterai mobil listrik bisa diproduksi di Indonesia.
Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia, mengatakan Indonesia akan membangunan pabrik baterai untuk kendaraan atau mobil listrik dan akan mulai dibangun akhir Juli 2021.
"LG mulai groundbreaking akhir Juli ini, paling lambat Agustus awal. Ini bukan cerita dongeng, sudah kita lakukan," katanya dalam webinar, Kamis (24/6/2021)
Diketahui, fasilitas pabrik baterai sel di Indonesia ini akan dibangun di Kota Deltamas, Karawang, Jawa Barat, siap mulai dibangun pada Juli 2021 dan berproduksi mulai 2023 mendatang.
Fasilitas ini direncanakan oleh PT Industri Baterai Indonesia atau Indonesia Battery Corporation (IBC) yang dibentuk oleh empat BUMN yaitu Mining and Industry Indonesia (Mind Id), PT Pertamina (Persero), PT PLN (Persero), dan Antam,beberapa waktu lalu yang disokong dengan investasi konsorsium asal Korea Selatan, LG.
Pabrikan konsorsium menjadi investasi terbesar di RI setelah masa reformasi dengan nilai investasi mencapai 9,8 miliar dolar AS atau sekitar Rp 142 triliun, pembangunan industri baterai kendaraan listrik terintegrasi di Indonesia yang terbesar di dunia.
"Ini investasi terbesar Indonesia pasca reformasi dan itu dibangun dari hulu ke hilir, dari mining (pertambangan), smelter, prekursor, katode, baterai sel sampai recycle pun, daur ulangnya di Indonesia," katanya.
Rencananya pada tahap pertama pembangunan, pabrik bakal memiliki kapasitas produksi baterai hingga 10 gigawatt hour (GWh) baterai ini nanti digunakan untuk kendaraan listrik dari Hyundai.
"Kapasitas produksinya akan mencapai 10 gigawatt per hour," paparnya dalam webinar pekan lalu.
Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Kemenperin, Taufiek Bawazier menyebutkan hadirnya pabrik baterai tersebut mendukung potensi Indonesia dalam kancah industri otomotif dunia.
Taufiek Bawazier mengatakan, pabrik tidak hanya memiliki fasilitas produksi baterai tapi juga aspek yang terkait dan terintegrasi lainnya, seperti fasilitas untuk penambangan, peleburan (smelter), pemurnian (refining), serta industri precursor dan katoda.
"Permintaan EV di dunia diperkirakan terus meningkat dan akan mencapai sekitar 55 juta unit pada tahun 2040. Pertumbuhan ini tentunya mendorong peningkatan kebutuhan baterai lithium ion (LiB)," ungkap Taufiek di tempat terpisah.
Taufiek menjelaskan kedepannya kebutuhan baterai lithium Ion akan terus meningkat seiring dengan berkembangnya isu lingkungan dan tren dunia.
"Hal ini menjadi potensi pengembangan industri baterai yang merupakan komponen utama dalam ekosistem energi terbarukan. Energi yang dikonversi dari sumber terbarukan akan disimpan dalam baterai dan akan digunakan baik secara langsung atau melalui jaringan listrik," tuturnya. Baca Juga : Teknologi Baru Memprediksi Efektivitas Kemoterapi
Meningkatnya penggunaan baterai juga mendorong peningkatan pada bahan bakunya, sehingga negara dengan sumber bahan baku baterai ini nantinya memegang peranan sangat penting.
Bahlil menjelaskan bahan-bahan untuk pembuatan baterai mobil listrik 50 persen ada Indonesia, terutama nikel. Pemerintah telah melarang ekspor nikel agar bisa menjadi menjadi produsen baterai terbesar di dunia.
"Kenapa Indonesia melarang ekspor nikel? Agar Indonesia menjadi produsen terbesar untuk baterai dunia. Jadi kita tidak boleh hanya menjadi ekspor-ekspor bahan baku terus," kata dia.
"50 persen komponen dari baterai mobil listrik adalah baterai, dan baterai itu bahan bakunya paling besar itu adalah nikel dan 25 persen total cadangan dunia-nya ada di Indonesia, mangan ini paling banyak di Sulawesi Tenggara, lalu Kobalt yang merupakan produk turunan dari nikel. Hanya litiumnya kita impor dari Australia" ujar Bahlil. arn