Industri Emas Hitam di Calon Ibu Kota Baru, Lebih Banyak Suka atau Dukanya?
Salah satu sektor industri yang banyak menyumbang pendapatan ekonomi nasional yaitu industri pertambangan. Kalau bicara pertambangan, tidak diragukan lagi anugerah kekayaan emas hitam atau Batubara di Kalimantan.
Operasi industri emas hitam paling banyak dilakukan di wilayah Kutai Kartanegara (Kukar). Tribunnewswiki melansir, produksi Batubara di Kukar pada tahun 2018 mencapai 86.989.488,38 per metrik ton (MTon), menjadi yang terbanyak di Indonesia. Sementara disadur dari antaranews, disebutkan sebanyak 60 perusahaan beroperasi di Kukar pada tahun 2017.
Maraknya operasi industri emas hitam kebanggan kita ini ternyata bak pisau bermata dua. Di satu sisi, ada dampak positif yang dirasakan. Di sisi yang lain, pahitnya dampak negatif juga mau tidak mau harus ditelan.
Emas Hitam Pembawa Sukacita
Dampak positif yang dominan dirasakan dari industri Batubara yaitu terciptanya lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar. Contohnya PT. Tanito Harum yang memberikan kesempatan untuk keterserapan tenaga kerja bagi kelurahan Loa Tebu, Kecamatan Tenggarong, Kutai Kartanegara. Mata pencaharian mereka semakin beragam, yang menjadikan peluang usaha baru bagi masyarakat sekitar, seperti rumah sewaan, warung makan, usaha catering, dan kontrakkan.
Kehadiran perusahaan batubara otomatis menaikkan taraf hidup masyarakat. Banyak masyarakat yang diberdayakan dengan keberadaan perusahaan tersebut. Dengan banyak terciptanya lapangan pekerjaan serta meningkatkannya taraf hidup, akibatnya terjadi mobilisasi yang besar ke daerah tersebut, dengan motif mengadu nasib untuk mencari pekerjaan.
Alhasil, penduduknya menjadi ramai. Nah, perpindahan penduduk secara masif inilah yang akhirnya juga membuka daerah terisolasi, dengan dibangunnya jalan pertambangan serta pelabuhan.
Industri pertambangan batubara kita juga memberikan kontribusi bagi Sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) serta berkontribusi terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB) dengan rata-rata sebesar 4,59% atau Rp 316,5 Triliun pertahun.
Emas Hitam (Juga) Pembawa Dukacita
Namun, tak selamanya emas hitam yang dielu-elukan terus memberikan dampak positif. Mereka juga punya sisi gelapnya. Paradoks dari kekayaan emas hitam ini menjadi masalah yang sangat serius :
Transformasi lahan pertanian menjadi lahan keruk emas hitam
Lahan pertanian yang seharusnya menjadi lumbung pangan malah berubah menjadi areal pertambangan. Jika praktik keserakahan ini terus dilakukan, akan terjadi defisit pangan. Akibatnya, Kaltim bisa ekspor beras dari Sulawesi, Jawa dan Kalsel. Penelitian dari Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) dengan Waterkeeper Alliance yang berjudul Hungry Coal: Coal Mining and Food Security in Indonesia menyatakan, tambang batubara megakibatkan potensi kehilangan produksi beras sebesar 7,7 juta ton pertahun.
Lubang maut yang merenggut nyawa
Data dari Jatam Kaltim 2018, lubang tambang yang menganga ada 1.735 jumlahnya dan Kukar sebagai “penyumbang” terbanyak. Sejak tahun 2011-2019, lubang-lubang tersebut telah merenggut 36 nyawa yang sebagian besar berada dibawah umur (Jaringan Advokasi Tambang,2019). Padahal tertulis Peraturan Pemerintah (PP) No. 78/2010 tentang Reklamasi dan Pascatambang. Dalam Pasal 2 jelas PP itu menyatakan:
"Pemegang IUP (izin usaha pertambangan) dan IUPK (izin usaha pertambangan khusus) wajib melaksanakan reklamasi."
Di dalam Pasal 21 pun tertulis untuk pengusaha, setidaknya paling lambat 30 hari wajib melaksanakan reklamasi setelah kegiatan pertambangan selesai, yang ternyata aturan tersebut hanya masuk telinga kanan keluar telinga kiri.
Pencemaran Air
Akibat dari adanya tambang di Kukar yang penanganan masalah lingkungannya tidak teratasi, menyebabkan rendahnya kualitas air dan sungai. Dikutip dari mongabay.co.id (9/8/2020), Sungai Santan di Kutai Kartanegera biasanya dipergunakan untuk sarana transportasi hasil pertanian dan perkebunan serta sebagai pasokan air bersih. Sekarang, hanya tinggal kenangan. Airnya keruh, penuh lumpur, tercemar dan jika hujan menyebabkan banjir. Perusahaan terkait pun menutup mata atas penurunan kualitas Sungai Santan.
Sudah rusak dada pun sesak
Tidak hanya lingkungan, kerusakan ini berdampak pada Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). Debu dari batubara merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi risiko seseorang terkena ISPA. Penelitian Nullolli et al mengungkapkan adanya peningkatan jumlah penderita asma pada anak yang tinggal di dekat lokasi pertambangan batubara terbuka.
Madu dan Racun yang Dihasilkan Tambang Emas Hitam
Bagaikan madu dan racun. Setiap kegiatan Industrialisasi ada buah manis dan pahitnya. Namun dalam hal ini, madu yang ditenggak tidak sebanding dengan racun yang dihirup masyarakat.
Masih banyak perlu pembenahan. Tanggung jawab perusahaan seperti Program Corporate Social Responsibility (CSR) harus lebih ditingkatkan, tepat sasaran, dan tidak asal-asalan. Program pemberdayaan masyarakat juga seharusnya berjalan dengan baik serta regulasi dan penanganan kegiatan pertambangan batubara harus lebih diperketat dan diperhatikan supaya emas hitam ini tidak terkeruk secara sia-sia.
Penulis: Suci Ashari, Firda Dwi Agustina, Maria Magdalena