JATAM: Penghapusan Batu Bara dari Limbah Berbahaya Bikin Pebisnis Semakin Ugal-ugalan
Merdeka.com - Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) menyoroti keputusan pemerintah menghapus limbah batu bara dari daftar kategori limbah bahan berbahaya dan beracun (B3). Penghapusan tersebut tertuang pada peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Peraturan Pemerintah yang diteken Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 2 Februari 2021 itu merupakan salah satu aturan turunan Undang-undang Cipta Kerja. Pada pasal 459 ayat 3 (C) dijelaskan Fly Ash batu bara dari kegiatan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dan kegiatan lainnya tidak termasuk sebagai limbah B3, melainkan non-B3.
JATAM menyatakan, dihapusnya FABA dari daftar limbah B3 adalah keputusan bermasalah dan berbahaya. Batu bara mengandung berbagai jenis unsur racun termasuk logam berat dan radioaktif.
Catatan JATAM, banyak laporan dan fakta atas terjadinya perubahan dan penurunan kondisi lingkungan dan kesehatan warga di sekitar PLTU. Seperti yang dialami warga dan petani di Mpanau Sulawesi Tengah, Cilacap Jawa Tengah, Indramayu dan Cirebon Jawa Barat, Celukan Bawang Bali, Ombilin Sumatera Barat, Muara Maung dan Muara Enim Sumatera Selatan, dan Suralaya Banten.
Kasus serupa juga dialami warga di banyak kampung di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur, termasuk di Morowali Sulawesi Tengah. Di daerah tersebut terdapat smelter nikel, PLTU mulut tambang dan kawasan industri yang listriknya berasal dari batu bara.
"Begitu juga warga di dekat PLTU Mpanau, Sulawesi Tengah. Warga yang sakit dan mengadu ke pemerintah justru diminta untuk membuktikan sendiri keterkaitannya penyakit yang diderita dengan dampak FABA operasi PLTU. Jadi perlindungan warga dari limbah FABA itu omong kosong. Apalagi sekarang ketika FABA bukan lagi beracun dan berbahaya. Dari kasus itu, kebijakan ini akan membuat pebisnis batubara semakin ugal-ugalan membuang limbah dan terbebas dari hukum," kata Merah Johansyah dari Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat (12/3).
Dalam laporan Analisis Timbulan & Kebijakan Pengelolaan Limbah B3 di Indonesiayang dikeluarkan oleh BAPPENAS disebutkan bahwa FABA termasuk dalam jenis limbah B3 terbanyak dihasilkan pada tahun 2019. Bahkan, Bottom Ash masuk dalam kategori limbah dengan tingkat bahaya tertinggi dengan skor 13 (dari skala 14), sedangkan Fly Ash memiliki skor 11 (dari skala 14).
Ketika FABA berstatus sebagai limbah B3 pun, banyak studi kasus yang menunjukkan perizinan belum berhasil memastikan perlindungan atas risiko. Para penghasil abu maupun pihak ketiga yang mengelola abu belum betul-betul mengelola risiko dan memenuhi persyaratan teknis yang layak sebagaimana diatur dalam regulasi.
Sebelumnya diketahui, pemerintah menghapus limbah batu bara bukan lagi masuk kategori limbah bahan berbahaya dan beracun (B3). Penghapusan tersebut tertuang pada peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan merupakan salah satu aturan turunan UU Cipta Kerja.
Kategori limbah B3 adalah Fly Ash dan Buttom Ash (FABA) atau limbah padat yang dihasilkan dari proses pembakaran batu bara pada pembangkit tenaga uap PLTU, boiler, dan tungku industri untuk bahan baku, serta keperluan sektor konstruksi.
Pada pasal 459 ayat 3 (C) dijelaskan Fly Ash batu bara dari kegiatan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dan kegiatan lainnya tidak termasuk sebagai limbah B3, melainkan non B3.
"Pemanfaatan Limbah nonB3 sebagai bahan baku yaitu pemanfaatan Limbah nonB3 khusus seperti fly ash batu bara dari kegiatan PLTU dengan teknologi boiler minimal CFB (Ciraiating Fluidized Bed) dimanfaatkan sebagai bahan baku konstruksi pengganti semen pozzolan," bunyi aturan tersebut dikutip merdeka.com, Jumat (12/3).
Sementara pada pasal 54 ayat 1 huruf a PP 101/2014 tentang pengelolaan limbah B3 dijelaskan bahwa debu batu bara dari kegiatan PLTU dikategorikan sebagai limbah B3.
"Contoh Pemanfaatan Limbah B3 sebagai substitusi bahan baku antara lain Pemanfaatan Limbah B3 fly ash dari proses pembakaran batu bara pada kegiatan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang dimanfaatkan sebagai substitusi bahan baku alumina silika pada industri semen," dalam aturan tersebut.
Tetapi beleid tersebut dicabut lewat PP 22, bersama empat PP lainnya. Diketahui PP tersebut diteken Jokowi pada 2 Februari 2021. [gil]