Mengintip tren penguatan harga nikel dan efeknya di dalam negeri
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga nikel masih menunjukkan tren penguatan di sepanjang tahun ini. Hal ini pun berdampak pada perusahaan nikel di dalam negeri.
Mengutip Bloomberg, harga nikel berjangka di London Metal Exchanges (LME) berada di level US$ 20.392 per metrik ton pada penutupan perdagangan Jumat (10/9). Alhasil, secara year to date (ytd) harga nikel sudah menguat 22,74%.
Tren harga positif nikel juga tercermin pada harga patokan mineral yang dirilis oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Berdasarkan data tersebut, harga nikel pada September 2021 mencapai US$ 19.239,26 per ton. Artinya, sepanjang tahun ini, nikel sudah melesat 17%.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) Meidy Katrin Lengkey mengatakan, penguatan harga nikel didorong oleh dua faktor, yaitu ketersediaan bijih nikel di China sudah menipis dan cadangan nikel di Gudang LME turun.
Selain itu, permintaan nikel juga terus meningkat sejalan dengan permintaan kendaraan listrik atau electric vehicle yang juga melonjak di tahun ini.
Baca Juga: Harga nikel jadi katalis positif bagi kinerja Vale Indonesia (INCO) di 2021
“Pada tahun 2030 penggunaan kendaraan listrik diperkirakan mencapai 22 juta unit, kondisi ini makin didorong juga oleh persyaratan beberapa negara untuk mengurangi emisi karbon,” kata dia kepada Kontan.co.id, Senin (13/9).
Tren harga serta permintaan nikel yang positif turut berdampak pada aktivitas akuisisi dalam industri pertambangan nikel. Dalam catatan APNI, aktivitas akuisisi perusahaan tambang nikel oleh perusahaan non penambangan nikel di tengah tren penguatan harga kerap terjadi sejak tahun lalu.
Terlebih, prospek permintaan bijih nikel masih positif seiring pembangunan smelter dan pabrik high pressure acid leaching (HPAL) yang masih terus berlanjut.
Dalam catatan APNI, pabrik HPAL akan bertambah menjadi 98 pabrik di tahun 2025 mendatang. Dengan jumlah tersebut, permintaan bijih nikel diperkirakan bisa naik hingga 250 juta ton per tahun.
“Tren permintaan nikel yang cukup positif membuat banyak pelaku usaha dari berbagai industri untuk ikut menikmati dan menjalankan proses produksi tambang nikel, tren ini sudah terjadi sejak 2020, di mana banyak perusahaan baru mengakuisisi perusahaan tambang nikel,” tutur Meidy.
Selain mendorong akuisisi, tren harga serta permintaan nikel yang positif juga diperkirakan bakal mengerek rencana produksi bijih nikel dalam permohonan Rencana Kerja dan Anggaran Belanja (RKAB) perusahaan-perusahaan tambang nikel di Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, dan Maluku Utara pada tahun 2022.
Baca Juga: Mirae Asset Sekuritas mendepak lima saham dari top picks, berikut saham penggantinya
Menurut estimasi Meidy, rencana produksi bijih nikel perusahaan--perusahaan tambang nikel di Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, dan Maluku Utara berpotensi naik hingga 40%-60% pada tahun 2022 dibanding rencana produksi bijih nikel dalam RKAB 2021.
Sebagai pembanding, berdasarkan catatan APNI, total rencana produksi bijih nikel di ketiga provinsi tersebut berjumlah 120 juta ton di tahun 2021.
Potensi uptrend dan rekomendasi pilihan saham
Analis Samuel Sekuritas Dessy Lapagu memperkirakan, adanya potensi uptrend pada harga nikel di sisa tahun berjalan maupun tahun depan. Dalam proyeksi Samuel Sekuritas, harga rata-rata nikel berpotensi berada di level US$ 18.200 per ton - US$ 18.800 per ton pada sepanjang tahun 2021 dan 2022.
Faktor pendorongnya yakni kenaikan permintaan seiring perbaikan ekonomi, serta pasokan dari negara-negara produsen yang masih terdisrupsi (supply disruption) akibat penurunan produktivitas negara-negara produsen di tahun 2020.
Dengan potensi yang demikian, Samuel Sekuritas Indonesia menjadikan saham PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) dan PT Vale Indonesia Tbk (INCO) sebagai pilihan utama alias top picks di sektor tambang nikel.
INCO Chart by TradingView
Dessy juga mengatakan, target harga saham untuk ANTM di Rp 3.230 dan Rp 6.700 per saham untuk INCO. Hal ini mempertimbangkan dampak signifikan perubahan harga nikel terhadap kedua saham tersebut.
“INCO produknya nikel saja, sementara ANTM, eksposur nikel-nya sekarang cukup meningkat terhadap topline,” pungkas Dessy.