Ngamuk Nih! 12 Saham Emiten Nikel-Emas Cuan Gede Sepekan
Data perdagangan Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup naik 0,33% di level 6.222,52 pada Kamis (11/1/2021) dan dalam sepekan menguat 1,89% kendati investor asing melakukan aksi jual masif di tengah minimnya katalis positif di bursa domestik.
Baca: Neraca Dagang RI Diramal Surplus, Bagaimana Pasar Hari Ini?
Nilai perdagangan selama sepekan tercatat sebesar Rp 72,1 triliun, dengan 75,2 miliar saham berpindah tangan sebanyak 6,6 juta kali frekuensi perdagangan. Investor asing membukukan penjualan bersih (net sell) senilai Rp 573,8 miliar.
Di tengah kenaikan IHSG dalam sepekan nyaris 2%, ada sejumlah saham-saham tambang mineral, khususnya nikel, yang positif kinerjanya.
Saham emiten tambang mineral memang melanjutkan penguatan sejak akhir tahun lalu lantaran sentimen megaproyek baterai listrik yang digagas pemerintah Joko Widodo (Jokowi).
Baca: Investor Incar Saham Hotel Mewah, Antisipasi Ekonomi Pulih
Hal itulah yang membuat Founder & CEO Ara Hunter Hendra Martono, memasukkan saham emiten nikel dalam rekomendasinya selain saham sektor keuangan dan properti.
Hendra atau biasa disapa Hokwan menilai sektor yang prospek yakni metal base, seperti saham PT Vale Indonesia Tbk (INCO), PT Timah Tbk (TINS) dari pertambangan metal nikel. "Akan mendapat banyak limpahan INCO, ANTM [Aneka Tambang], ya Merdeka [Merdeka Copper/MDKA], itu cukup bisa diperhatikan," ungkapnya kepada CNBC Indonesia, Selasa, (13/02/2021).
Sejak tahun lalu, rencana pembentukan holding PT Indonesia Battery untuk mengoperasikan pabrik baterai kendaraan listrik dengan nilai investasi pabrik mencapai US$ 12 miliar atau sekitar Rp 176,7 triliun (asumsi kurs Rp 14.725 per US$) terus menjadi sentimen positif hingga awal tahun 2021 ini.
Spontan saham-saham perusahaan yang akan dilibatkan dalam proyek ini seperti ANTM, TINS, dan INCO terus menjadi perhatian.
Head of Investment Research Infovesta Utama, Wawan Hendrayana, menilai sentimen tersebut bisa menjadi katalis positif untuk berinvestasi di saham sektor pertambangan, khususnya produsen nikel seperti ANTM dan INCO yang 20% sahamnya sudah dikuasai pemerintah lewat MIND ID atau PT Indonesia Asahan Aluminimum.
Namun, Wawan menyarankan bahwa investasi di sektor ini dilakukan untuk jangka panjang, sebabnya, peluang industri kendaraan listrik akan berlangsung lama. Pasalnya, nikel menjadi komponen utama dalam produksi baterai mobil listrik.
"Holding BUMN baterai mobil menarik, tren otomotif dunia arahnya ke sana, ini akan sustain untuk jangka panjang," kata Wawan.
Mengacu data BEI, berikut bergerakan saham emiten nikel, termasuk emiten yang juga fokus pada emas, pada perdagangan sepekan lalu.
1. Central Omega (DKFT), saham +23,08% Rp 192, net sell Rp 2 M
2. Harum Energy (HRUM), saham +22,78% Rp 7.275, net buy Rp 25 M
3. Antam (ANTM), saham +19,58% Rp 2.870, net buy Rp 104 M
4. Wilton Makmur (SQMI), saham +10,90% Rp 11,61, net buy Rp 651 juta
5. Vale Indonesia (INCO), saham +8,97% Rp 6.375, net sell asing Rp 137 M
6. Timah (TINS), saham +8,05% Rp 2.080, net sell Rp 41 M
7. Merdeka Copper (MDKA), saham +4,03% Rp 2.580, net buy Rp 43 M
8. Kapuas Prima Coal (ZINC), saham +3,10% Rp 133, net sell Rp 2 M
9. Bumi Resources Minerals (BRMS), saham +2,44% Rp 84, net sell Rp 9 M
10. J Resources Asia (PSAB), saham +1,83% Rp 222, net sell Rp 5 M
11. Resource Alam (KKGI), saham +0,66% Rp 304, net sell Rp 594 Juta
Baca: Cuan Emas Kurang Nendang, Dihajar Habis-habisan Oleh Bitcoin
Saham DKFT menjadi emiten dengan penguatan terbesar sepekan. Central Omega Resources didirikan tahun 1995. Situs resminya mencatat, sejak tahun 2008, perusahaan mulai terjun di bidang pertambangan bijih nikel dan pada tahun 2011, perusahaan mulai mengekspor bijih nikel ke luar negeri.
Dalam waktu yang relatif singkat, Perusahaan yang dulu bernama PT Duta Kirana Finance ini sudah mampu memproduksi bijih nikel sebanyak 3 juta ton per tahun.
Adapun yang mengangetkan adalah HRUM yang sebetulnya fokus pada batu bara. Tapi kini perusahaan milik taipan Kiki Barki ini memperkuat ekspansi ke tambang nikel dengan membeli 51% saham PT Position milik Aquila Nickel Pte Ltd atau setara dengan 24.287 saham perusahaan. Aquila tercatat berbasis di Singapura.
Harga jual beli yang dilakukan oleh anak usahanya PT Tanito Harum Nickel itu diteken sebesar US$ 80.325.000 atau setara dengan Rp 1,12 triliun (kurs Rp 14.000/US$).
Direktur Utama Harum Energy Ray A Gunara mengatakan PT Position adalah perusahaan terbatas yang didirikan berdasarkan hukum di Indonesia dan memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP) untuk komoditas nikel.
"Tujuan dari transaksi yang dilakukan oleh perusahaan adalah mengembangkan dan memperluas kegiatan usaha d bidang pertambangan," kata Ray, dalam keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia (BEI), Senin (1/2/2021).
Pada Juni 2020, HRUM juga sudah melakukan transaksi pembelian saham perusahaan tambang nikel asal Australia, Nickel Mines Limited, sebesar AUD 34,26 juta atau setara Rp 369 miliar dengan kurs Rp 10.781 per AUD.
Sementara itu, KKGI dari RAIN Group juga mulai mendiversifikasi bisnisnya ke pertambangan nikel dengan mengakuisisi dua perusahaan.
Aksi korporasi ini diutarakan manajemen dalam keterbukaan informasi BEI pada 15 Januari 2021, perseroan telah menandatangani akta pembelian sebesar 70% saham milik PT Buton Mineral Indonesia (BMI) dan PT Bira Mineral Nusantara. Kedua transaksi ini bukan merupakan transaksi material.
Nilai transaksi pembelian yang dikeluarkan KKGI adalah sebesar Rp 350 juta. Perinciannya, masing-masing sebesar Rp 175 juta untuk membeli 70% saham milik PT BMI dan PT BMN.
Sementara itu, untuk ZINC, saat ini perusahaan tengah menggarap proyek smelter pemurnian di Pangkalan Bun yang ditargetkan beroperasi awal 2021 untuk smelter timbal (timah hitam) dan pada awal 2022 untuk smelter seng.
Smelter konsentrat timbal tersebut nantinya akan memproduksi maksimal 40.000 ton konsentrat per tahun untuk memproduksi 20.000 ton metal timbal per tahun, sedangkan smelter seng akan memiliki kapasitas produksi 30.000 ton ingot per tahun.
Situs resmi ZINC mencatat, dalam bisnis perdagangan logam dasar, timah hitam (Pb) atau galena merupakan salah satu jenis logam yang banyak dibutuhkan. pemanfaatan galena banyak digunakan pada baterai, selubung kabel, manufaktur mesin, galangan kapal, industri ringan, oksida timbal, proteksi radiasi dan industri lainnya.