Papua Protes Smelter Dibangun di Gresik, Freeport Buka Suara
Jakarta, CNBC Indonesia - PT Freeport Indonesia sudah memulai pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) tembaga baru di Gresik, Jawa Timur. Bahkan, disaksikan langsung oleh Presiden Joko Widodo.
Akan tetapi, ternyata pembangunan smelter di Gresik ini mendapatkan protes dari masyarakat Papua. PT Freeport Indonesia pun angkat bicara mengenai protes dari warga Papua terkait smelter ini.
Juru Bicara PT Freeport Indonesia (PTFI) Riza Pratama mengatakan, Freeport memutuskan membangun smelter di Gresik dengan beberapa pertimbangan.
ADVERTISEMENT Image parallax1
SCROLL TO RESUME CONTENT
"PTFI memutuskan membangun smelter di Gresik karena beberapa hal," ungkapnya kepada CNBC Indonesia, Kamis (28/10/2021).
Dia menjelaskan, pertimbangan pembangunan smelter di Gresik pertama karena masalah keekonomian. Jika smelter dibangun di Papua, maka ongkosnya akan lebih mahal. Pilihan Redaksi
Jokowi Minta RI Tak Ekspor Tambang Mentah, Tapi Ini Faktanya Papua Protes Keras, RI Mau Bangun Smelter di Papua? Bahlil Buka-bukaan Soal Smelter Freeport yang Diprotes Papua
"Keekonomian, jika dibangun di Papua, biayanya akan jauh lebih besar," ungkapnya.
Pertimbangan selanjutnya adalah masalah limbah. Jika smelter dibangun di Gresik, maka akan ada industri di daerah tersebut yang menyerap limbah dari smelter tembaga ini.
"Limbah bahaya dari smelter yang diserap oleh industri/pabrik lain tersedia di daerah Gresik. Lalu fasilitas umum dan listrik," tuturnya.
Sebelumnya, Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia mengatakan, dirinya mendapatkan banyak protes dari masyarakat Papua mengenai proyek smelter Freeport dibangun di Gresik. Padahal, tambang Freeport lokasinya di Papua.
"Saya mengikuti betul tentang dinamika di Papua dan Papua Barat, khususnya terkait dengan aspirasi saudara di Kadin, asosiasi, baik itu organisasi kepemudaan, adat, kelompok intelek dan sebagainya. Menyampaikan kenapa smelter di bangun di Gresik," kata Bahlil dalam konferensi Pers, Rabu (27/10/2021).
"Saya dapat protes, hingga surat banyak masuk menyatakan, kakak seperti bukan dari Papua saja," lanjutnya.
Bahlil menjelaskan, alasan pembangunan smelter di Gresik karena sudah diputuskan dari 2017-2018 lalu. Pertimbanganya yaitu infrastruktur di Papua belum memenuhi persyaratan, termasuk persoalan listrik, sehingga tidak dibangun di Papua.
Tapi mendengar protes itu, ada beberapa hal yang akan dilakukan oleh pemerintah. Bahlil mengaku, sudah berkomunikasi dengan Presiden untuk meningkatkan kapasitas produksi tembaga Freeport dan membangun smelter baru di Papua.
Nantinya kapasitas produksi tembaga Freeport dari tambang Grasberg di Papua ditambah menjadi 3,8-4 juta ton per tahun dari hanya 3 juta ton per tahun saat ini. Dengan adanya peningkatan kapasitas produksi, maka ada jatah tembaga yang akan bisa diolah di smelter baru di Papua.
"Kami tingkatkan kapasitas produksi tembaga menjadi 3,8 juta (ton) lebih, nanti lebihnya itu direncanakan akan bangun smelter di Papua ini apa yang kita programkan. Jadi nanti Insya Allah doakan secepat mungkin kapasitas produksi bisa naik menjadi 3,8 juta-4 juta ton. Sisanya akan dibangun untuk smelter di Papua," jelasnya.
Bahlil mengatakan, dia terus memperjuangkan pembangunan smelter di Papua. Namun dia berpesan kebijakan ini juga didukung dengan baik, dan tidak dihambat.
"Jangan dipalang ini palang itu, tapi kita selesaikan dengan kekeluargaan secara baik," katanya.