Prospek Bisnis Nikel PAM Mineral Didukung Kebutuhan Baterai Mobil Listrik
Jakarta, Beritasatu.com - Emiten di sektor pertambangan PT PAM Mineral Tbk (NICL) menilai peluang bisnis nikel ke depan cukup menjanjikan menyusul tingginya permintaan bijih nikel di pasar domestik.
Hal ini didukung kebijakan pemerintah yang mengembangkan industri dan ekosistem kendaraan listrik melalui pembentukan holding BUMN baterai Indonesia atau Indonesia Battery Corporation (IBC) kerja sama dengan produsen mobil listrik dunia yaitu LG Chem (Korea) dan CATL (China).
Direktur Utama PT PAM Mineral Tbk, Ruddy Tjanaka mengatakan peluang pertambangan nikel berkadar rendah yang cukup menjanjikan sejalan kebutuhan baterai untuk bahan bakar kendaraan listrik (electric vehicle/EV). Nikel dengan kadar rendah banyak dibutuhkan untuk kebutuhan campuran dengan jenis logam cobalt sebagai bahan baku untuk baterai.
Di sisi lain permintaan bijih nikel berkadar tinggi juga terus mengalami peningkatan, terutama karena industri pengolahan atau smelter. "Permintaan nikel dengan kadar tinggi juga cukup stabil, sementara permintaan pasar nikel berkadar rendah kembali meningkat," kata Ruddy dalam keterangan tertulisnya (16/7/2021).
Rudy menjelaskan, adanya industri baterai nasional seiring tumbuhnya smelter dengan teknologi hydrometalurgi akan meningkatkan kinerja PAM Mineral dengan diserapnya nikel kadar rendah yang diproduksi perseroan. "Ini yang kita harapkan bersama," kata Ruddy.
Ia mengatakan, stabilnya industri smelter, menjadi peluang menjanjikan bagi industri bijih nikel. Dia optimistis permintaan bijih nikel dengan kadar tinggi akan meningkat. Apalagi dengan ekspansi smelter, terutama di daerah-daerah yang dekat dengan tambang PAM Mineral. "Kami optimistis perkembangan ke depan itu kebutuhan ore nikel bisa melebihi 7-8 juta ton per bulan," kata Ruddy. BACA JUGA
Industri Baterai Kendaraan Listrik Butuh Investasi US$15,3 Miliar
Sementara dengan eksplorasi yang terus dilakukan, PAM Mineral yakin ke depan masih memiliki sumber daya sekitar 28 juta ton lebih bijih nikel. Dari jumlah tersebut, tidak semua memiliki kadar tinggi, tetapi terdapat bijih nikel dengan kadar rendah. Perseroan saat ini telah melakukan penjualan bijih nikel kadar rendah ke smelter yang ada.
Untuk jangka menengah dan jangka panjang, Ruddy mengatakan, PAM Mineral memiliki strategi menambah cadangan dengan melalui akuisisi atau maupun mencari tambang baru. Dia berharap langkah ini dapat mengerek kinerja perseroan.
Adapun untuk rencana jangka pendek, perseroan akan memenuhi target Rencana Kerja Anggaran Biaya (RKAB) sebanyak 1,8 juta ton bijih nikel. "Tambang nikel ini tergantung cuaca, jadi kita berharap cuaca mulai bersahabat, sehingga kita bisa produksi lebih banyak untuk memenuhi kebutuhan smelter ke depan," ujar Ruddy.
Ruddy menjelaskan, saat ini jumlah pasokan nikel terbatas. Sementara di sisi lain permintaan bijih nikel semakin meningkat terutama dari industri kendaraan listrik.
Market share untuk kendaran listrik diproyeksi akan meningkat dari 2,5% pada tahun 2019 menjadi 10% pada tahun 2025, 28% di tahun 2030 dan 58% di tahun 2040. Pada tahun 2019, konsumsi nikel untuk bahan baku baterai mencapai 7% dari total konsumsi global.
Diperkirakan pada 2022, permintaan nikel akan melebihi pasokan yang ada. "Potensi yang besar bagi perseroan untuk bertumbuh mengingat saat ini baru sebagian kecil dari area yang sudah dieksploitasi," kata Ruddy.
Seperti diketahui, pabrik baterai mobil listrik milik PT. Industri Baterai Indonesia atau Indonesia Battery Corporation (IBC) dan Konsorsium LG serta CATL untuk mobil listrik akan mulai melakukan peletakan batu pertama atau groundbreaking pada akhir Juli 2021. Selanjutnya, pabrik baterai tersebut diharapkan beroperasi pada 2023.