Proyek Hilir Emiten Tambang Bikin Kinerja Berkembang, Ini Rekomendasi Saham PTBA hingga MDKA
Bisnis.com, JAKARTA - Hilirisasi yang dilakukan sejumlah emiten tambang memberikan nilai tambah bagi hasil tambang dan dipercaya dapat mendongkrak pendapatan yang berujung pada fundamental perseroan yang semakin baik.
Head of Equity Trading MNC Sekuritas Medan, Frankie Wijoyo Prasetio menuturkan hilirisasi hasil tambang juga merupakan kebijakan pemerintah, yang awalnya sempat dikhawatirkan bakal membuat hasil tambang menumpuk.
Namun, nyatanya proyek tersebut dapat memberikan nilai tambah hasil tambang dan turut mendongkrak pemasukan perusahaan serta pemerintah. Baca Juga : Meski Kinerja Tertekan, PTBA Indikasikan Tetap Bagi Dividen
"Guna menyambut program hilirisasi hasil tambang sendiri pun tidak mudah dan juga tidak murah, dan proyek-proyek yang tengah berjalan oleh beberapa emiten tambang pun dirasa cukup baik dalam hal hilirisasi," ujarnya kepada Bisnis, Rabu (17/2/2021).
Dia menilai PT Bukit Asam Tbk. (PTBA) yang melakukan hilirisasi dalam proyek gasifikasinya tidak sendirian, emiten tambang plat merah ini turut bekerja sama dengan Air Product & Chemical Inc dalam biaya investasinya. Dimana kapasitas pabrik ini mampu mengkonversi sekitar 6 juta ton batubara menjadi 1,4 juta DME per tahun.
Perlu diketahui batubara yang digunakan pada pabrik ini adalah batubara berkadar rendah yang mungkin sulit laku dan berharga murah. Total harga batubara yang digunakan untuk menghasilkan 1,4 juta DME itu adalah sekitar Rp1,89 triliun dengan asumsi harga batubara Rp338.865/ton. Baca Juga : Genjot Kinerja, Begini Rencana Ekspansi Bukit Asam (PTBA) di 2021
Sementara, nilai DME yang dihasilkan adalah sekitar Rp18 triliun dengan asumsi gas LPG non subsidi Rp13.000/kg. Namun, perlu dikurangi biaya proses pengolahan sebesar Rp16 triliun.
"Memang dirasa upaya gasifikasi ini memberikan hasil hampir seri, apalagi biaya investasinya yang tidak sedikit. Tetapi perlu dilihat juga upaya hilirisasi ini turut membantu ketahanan sumber energi Indonesia terutama dalam hal energi gas, dan pemanfaatan batubara berkadar rendah," ujarnya.
Untuk PT Timah Tbk. (TINS), proyek smelter berteknologi ausmelt memang sedikit membebani dana modalnya, tetapi didukung oleh penerbitan surat utang dan dukungan pembiayaan dari lembaga keuangan ekspor impor asal Finlandia. Baca Juga : MDKA Bikin JV Pengolahan Tembaga, Modal Awal Setara Rp1,2 Triliun
Smelter Ausmelt ini diklaim dapat menambah kapasitas produksi dari 45.000 ton menjadi 46.000 ton per tahun, dengan konsep ramah lingkungan dan mampu mengolah biji berkadar rendah dan biaya bahan bakar lebih sedikit. Proyek ini bakal membidik pemasukan dari efisiensi dan efektifitas daya olahnya.
Sementara itu, PT Merdeka Copper Gold Tbk. (MDKA) turut menggandeng Tsingshan Group Limited dalam upaya mengolah tambang Wetar. Bijih di Wetar adalah Pirit (FeS2) yang sebelumnya hanya menghasilkan tembaga, padahal bijihnya memiliki kandungan emas, perak, zinc, besi dan sulfur.
"Proyek kerjasama ini bakal memaksimalkan hasil olahan bijih pada tambang Wetar nantinya," katanya.
Adapun PT Aneka Tambang Tbk. (ANTM) mengerjakan hilirisasi pada Proyek Smelter Grade Alumina Refinery (SGAR) Mempawah dan Proyek Pembangunan Pabrik Feronikel Halmahera Timur (P3FH).
Kedua proyek ini memakai dana belanja modal yang tidak sedikit, terkecuali untuk proyek SGAR yang menggandeng PT Inalum (Persero). Kedua proyek ini memiliki visi yang sama, dalam hal memaksimalkan produksi olahan, aluminium dan feronikelnya ke depan. Khususnya aluminium untuk mengurangi impor bahan baku aluminium Indonesia.
"Upaya hilirisasi dalam proyek-proyek pengolahan hasil tambang ini, tentu berbiaya besar di awal, adalah bijak jika emiten yang terkait melakukan kerjasama dengan pihak lain dalam bentuk investasi, sehingga sedikit meringankan beban capex," urainya.
Frankie menilai jika proyek sudah rampung, mungkin tidak signifikan dalam biaya pengolahan, tetapi dilihat dari kapasitas yang bertambah dan efesiensinya, perusahaan mampu mendulang revenue yang lebih maksimal sebelum dilakukannya upaya hilirisasi.
Selain itu, proyek hilirisasi juga telah mempertimbangkan pengolahan bahan baku berkadar rendah, yang tidak terolah atau sulit terjual, menjadi olahan yang lebih bernilai, sehingga turut juga membantu percepatan perputaran inventory hasil tambang perusahaan nantinya.
Untuk rekomendasi sahamnya, dia menilai ada saham yang masih layak dipertimbangkan yakni PTBA dan MDKA. PTBA layak dipertimbangkan setelah melandai selama sepekan akibat koreksi dari Januari kemarin, dengan peluang target price kembali ke Rp3.000.
"Juga MDKA yang cenderung datar, walau minim sentimen pendukung namun perusahaan berhasil mencatat pemasukan yang positif, apalagi bakal didukung hasil olahan dari proyek hilirisasinya kedepan. Target price jangka pendek di level Rp2.900," paparnya.