Punya Pabrik Baterai, RI Bisa Bersaing dengan Eropa-China
Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) telah mendirikan holding BUMN baterai bernama Indonesia Battery Corporation (IBC) atau PT Industri Baterai Indonesia. IBC ini ditargetkan membangun industri baterai terintegrasi dari hulu hingga hilir.
Direktur Utama PT Industri Baterai Indonesia Toto Nugroho menargetkan pada 2026 mendatang RI sudah bisa memasarkan baterainya di pasar internasional.
Dia menjelaskan, tahun ini pihaknya akan melakukan kajian secara mendetail untuk pembentukan perusahaan patungan atau joint venture (JV) dengan masing-masing calon mitra. Kemudian, pada 2022 dan 2023, akan mulai mengembangkan dari sisi pertambangan.
Dengan demikian, pada 2024 smelter nikel dengan teknologi RKEF (Rotary Kiln Electric Furnace), HPAL (High Pressure Acid Leaching), dan pabrik daur ulang bisa mulai beroperasi.
"Tahun 2025 atau 2024 akhir mendapatkan baterai dari produksi Indonesia langsung, bisa untuk konsumsi domestik dan ekspor," paparnya dalam diskusi bertema 'Building EV Ecosystem in Indonesia', Rabu (25/08/2021).
Sebagai informasi, IBC ini dimiliki oleh empat BUMN sektor pertambangan dan energi, yakni Holding BUMN Industri Pertambangan MIND ID (PT Indonesia Asahan Aluminium/Inalum), PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), PT Pertamina (Persero) dan PT PLN (Persero). Pilihan Redaksi
Proyek Komponen Baterai Beroperasi, RI Bakal Diserbu Investor "Harta Karun" Super Langka RI: Penampakan & Daerahnya Wow! Ternyata Harta Karun Super Langka RI Ini Harganya Gokil
Menurutnya, ini menjadi keunggulan karena proses pembuatan baterai dilakukan secara terintegrasi dari hulu ke hilir, sehingga tingkat keekonomian baterai IBC bisa kompetitif.
"Keekonomian baterai kita bisa kompetitif sampai ke pasar Eropa, China, dan Amerika, harapan kami di 2026. Harapan ada inisiatif pemerintah ibu kota baru berbasis electric vehicle (EV) menggunakan baterai dari IBC," jelasnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, saat ini pihaknya sedang melakukan penjajakan kerja sama lebih detail dengan LG Energy Solution dan Contemporary Amperex Technology atau CATL.
"Mereka nomor 1 dan 2 di dunia. Untuk mendapatkan hulu ke hilir butuh proses pembangunan infrastruktur yang cukup besar, ke angka investasi di LG saja US$ 9,8 billion di CATL US$ 5 billion untuk buat investasi," paparnya.
Seperti diketahui, Hyundai Motor Group dan LG Energy Solution telah menandatangani nota kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU) dengan pemerintah RI untuk membentuk perusahaan patungan (joint venture) untuk memproduksi sel baterai untuk mobil listrik.
Lewat MoU ini, mereka akan berinvestasi US$ 1,1 miliar atau sekitar Rp 15,9 triliun (asumsi kurs Rp 14.500 per US$) untuk membangun pabrik baterai kendaraan listrik di Karawang, Jawa Barat.
Pembangunan pabrik sel baterai oleh konsorsium Hyundai dan LG ini dijadwalkan akan dimulai pada kuartal keempat tahun 2021, dan akan selesai pada semester pertama tahun 2023. Sedangkan produksi massal sel baterai di fasilitas baru ini diharapkan akan dimulai pada semester pertama tahun 2024.
Pabrik sel baterai baru di Karawang akan dibangun di atas lahan seluas 330.000 meter persegi. Ketika beroperasi penuh, fasilitas ini diharapkan menghasilkan sel baterai lithium-ion NCMA dengan total 10 GWh setiap tahunnya, dan mampu memenuhi kebutuhan lebih dari 150.000 unit mobil listrik.